JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bergerak mencari cara menurunkan harga gas bagi industri dan pembangkit listrik, menyusul permintaan Presiden Joko Widodo agar penurunan gas bisa terealisasi pada Maret 2020.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengungkapkan Kementerian ESDM telah memiliki satu cara baru untuk bisa menekan hargadengan melibatkan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN. Konsep pengurangan impor crude atau minyak mentah berada pada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang wajib menawarkan produksi jatahnya ke PT Pertamina (Persero). Untuk kali ini kontraktor akan diminta untuk menawarkan gas yang belum memiliki kontrak kepada PGN.

“Saya akan menyurati semua produsen LNG (Liquefied Natural Gas) untuk tidak melelang spot kargo sebelum ditawarkan ke PGN,” kata Djoko ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (8/1).

Pemerintah kata Djoko sebelumnya telah memanggil PGN. Subholoding gas dibawah Pertamina itu menyatakan kesanggupan untuk menurunkan harga gasnya ke konsumen dengan beberapa persyaratan, seperti volume gas optimal yang melalui pipa gas.

“PGN bilangnya, selama infrastruktur dia full capacity dipenuhi oleh gas, kami (PGN) bisa jual US$6 per MMBTU, Lampung optimal, pipanya full, toll fee-nya kan bisa turun. Harga bisa turun, untung bisa sama tapi volumenya gede itu yang ditawarkan PGN. Oke, kami (pemerintah) akan penuhi dari LNG,”kata Djoko.

PGN saat ini lanjut dia sedang menghitung berapa besar harga beli dari produsen LNG yang pas atau sesuai dengan kemampuan PGN. Jika telah didapatkan nilainya maka akan dibandingkan dengan harga jual LNG yang biasa dijual di pasar spot LNG.

Menurut Djoko, negara juga tidak akan tinggal diam dalam konsep ini. Apabila dari hasil hitungan PGN ternyata harga beli LNG yang disanggupi lebih rendah dari harga spot LNG, maka pemerintah bisa saja merelakan bagian dari penjualan spot LNG agar kontraktor mau menjual LNG-nya kepada PGN.

“Misalnya nih PGN menyampaikan pak saya bisa menjual harga US$ 6 per MMBTU di konsumen akhir dengan catatan saya (PGN) membeli dengan harga X. Harga X ini ternyata bagi kontraktor hasil lelangnya lebih tinggi sehingga PGN berpeluang tidak dapat, nah selisihnya ini bisa ditutup pemerintah supaya harganya tetap sesuai kemampuan PGN,” kata Djoko.

Pengurangan penerimaan negara ini sendiri sebenarnya sudah disinggung oleh presiden Joko Widodo sebagai salah satu langkah yang bisa saja ditempuh pemerintah dalam rangka upaya menurunkan harga gas.

Djoko menegaskan mekanisme ini bisa diterapkan untuk konsumen gas dari industri maupun pembangkit listrik. PGN diminta segera menyerahkan hasil perhitungan harga LNG yang disanggupi untuk dibeli kepada pemerintah secepatnya. Harga LNG ini dihitung dari harga gas US$ 6 per mmbtu dikurangi biaya penyaluran gas. Saat ini, harga jual LNG di pasar spot internasional menurut Djoko di bawah US$ 5 per MMBTU. Bahkan, PGN sempat memperoleh LNG domestik dengan harga US$ 4,85 per MMBTU.

“Kalau posisi ini, berarti masih ada profit US$ 1,2 per MMBTU. Jangan tinggi-tinggi lah, yang penting ada selisih,” kata Djoko.(RI)