JAKARTA– Kelangkaan gas LPG bersubsidi tiga kilogram (3Kg0 karena penyalurannya tidak tepat sasaran sehingga persediaan yang ada habis. Gas yang sejatinya diperuntukkan bagi warga miskin, kenyataannya aparatur sipil negara, pengusaha rumah makan, dan orang mampu juga ikut menikmati gas tersebut.

“Inilah yang membuat jumlah gas yang ada tengah masyarakat selalu berkurang karena jumlah penggunanya banyak sedangkan jumlah yang disalurkan oleh PT Pertamina (Persero) berkurang,” kata Ketua Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) DPC Sumatera Barat Ridwan Hosen.

Menurut Ridwan, setiap tahun Pertamina menyalurkan sebanyak 91 ton gas bersubsidi setiap tahunnya kepada 91 agen yang ada di Sumatera Barat. Kemudian pangkalan itu menyalurkan gas 3 kilogram itu kepada 2.400 pangkalan.

“Pertamina hanya berkewajiban menyalurkan gas kepada agen, berapa kuota yang harus diterima agen itu yang diberi oleh Pertamina,” kata dia.

Saat ini terjadi kendala, sejak tiga bulan yang lalu kuota gas bersubsidi untuk Sumatera Barat berkurang sebanyak 12% . Dari angka 91 ton berkurang menjadi sebanyak 80,08 ton setiap tahunnya.

“Hingga September 2017, Pertamina telah menyalurkan sebanyak 61 ton gas 3 kilogram kepada agen di Sumbar,” kata dia.

Setelah itu gas yang dimiliki agen akan disalurkan ke pangkalan resmi sesuai dengan kuota yang telah ditentukan. Setelah itu gas disalurkan kepada pengecer yang menjual gas kepada masyarakat.

“Persoalannya di sini, setiap hari jumlah pengecer bertambah dan tidak ada aturan yang mengatur pembatasannya, sehingga terjadi kelangkaan dan melambungnya harga,” ujar dia.

Menyikapi kelangkaan yang terjadi, dia mengimbau kepada masyarakat berekonomi mampu untuk berpindah dari gas bersubsidi ke gas non subsidi seperti gas ukuran 5,5 kilogram atau 12 kilogram.

“Ini masalah moral dan harus disikapi dengan serius karena gas ini hanya untuk masyarakat miskin saja,” kata dia.

Ridwan meminta kepada kepala daerah agar mengimbau kepada setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerahnya untuk mengonsumsi gas non subsidi sehingga penyaluran gas bersubsidi dapat diterima dengan baik oleh masyarakat miskin di Sumatera Barat.

“Hal ini sudah dilakukan di daerah lain yang telah mengalami kelangkaan lebih dahulu dan terbukti cukup berhasil. Kita berharap tidak terjadi lagi kelangkaan di tengah masyarakat karena masyarakat mampu mengonsumsi gas bersubsidi” katanya seperti dikutip Antara.

Sebelumnya, harga LPG 3 kg di Nagari Kajai Kecamatan Talamau Kabupaten Pasaman Barat, Sumbar melambung dan membuat harga elpiji tiga kilogram mencapai Rp28 ribu yang sebelumnya hanya Rp20 ribu-Rp25 ribu.

Salah seorang pengecer di kawasan Nagari Kajai, Endi mengaku terpaksa menjual satu tabung elpiji tiga kilogram seharga Rp28 ribu. Sebab dia membeli ke pangkalan harga masih tinggi dan harus mengeluarkan biaya besar untuk membawanya dari pangkalan menuju warungnya. (DR)