JAKARTA – Draft Rancangan Peraturan Presiden tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Untuk Transportasi Jalan menyebutkan  percepatan program kendaraan listrik untuk transportasi diselenggarakan melalui  pengembangan industri kendaraan bermotor listrik dalam negeri dan pemberian intensif.

Selain itu, draft tersebut juga mengatur tentang penyediaan infrastruktur Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) dan pengaturan tarif tenaga listrik yang diberlakukan pada infrastruktur SPLU. Serta pemenuhan terhadap ketentuan teknis kendaraan listrik dan perlindungan terhadap lingkungan hidup.

Insentif yang akan diberikan berupa insentif fiskal, nonfiskal dan berbagai kemudahan lainnya. Insentif fiskal yang dimaksud berupa  penangguhan atau pembebasan bea masuk atas impor barang atau komponen pembuatan mobil jenis keadaan utuh (Completely Built Up/CBU) sampai dengan tahun 2020, keadaan terurai lengkap dan keadaan terurai tidak lengkap.

Sementara untuk pemberian fasilitas pajak penjualan atas barang mewah melalui penetapan dasar pengenaan pajak sebesar 0% yang berlaku untuk semua kendaraan listrik, kecuali kendaraan khusus untuk golf, diantaranya untuk kendaraan listrik bermerk nasional, kendaraan listrik bermerk non nasional dengan daya motor listrik diatas 15 kW kendaraan motor listrik roda dua. Kemudian untuk daya motor listrik diatas 60 kW untuk kendaraan roda empat.

Pada tahap awal, ketersediaan infrastruktur kendaraan listrik ditugaskan kepada PT PLN (Persero) dan dapat bekerja sama dengan badan usaha milik negara bidang energi lainnya.

Infrastruktur SPLU harus disediakan di  SPBU, SPBG, kantor pemerintahan pusat dan daerah, tempat perbelanjaan dan parkiran umum pinggir jalan raya.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan penggunaan kendaraan listrik dipastikan akan langsung berdampak juga kepada impor bahan bakar, termasuk minyak dan LPG yang sampai saat ini menjadi beban besar bagi keuangan negara.

“Semakin banyak konversi ke listrik, semakin banyak mobil listrik, listrik kita punya excess power. Dampaknya, impor BBM turun,” kata Arcandra di Kementerian ESDM, Senin malam (21/1).

Selain itu,  jika penggunaan kompor listrik makin masif, impor LPG pun akan secara bertahap turun, sehingga tidak ditulis lagi sebagai neraca negatif.

“Itu inti semua yang berhubungan listrik, arahnya kedaulatan energi,” tandas Arcandra.(RI)