JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) masih belum akan melengkapi PLTU Mulut Tambang Sumsel-8 berkapasitas 2×620 Megawatt (MW) dengan teknologi Carbon Capture. Manajemen meyakini teknologi yang kini dipasang di PLTU Sumsel 8 sudah cukup untuk menekan emisi dari kegiatan pembakaran batu bara.

Suryo Eko Hadianto, Direktur Utama PTBA, menyatakan PLTU Sumsel 8 sudah gunakan teknologi super critical yang menghasilkan emisi sangat rendah.

“Ini teknologi relatif ramah lingkngun emisi karbon kecil jadi dalam teknologi PLTU sumsel belum ada rencana carbon capture karena teknologi yang dipilih dalam pembakaran super critical akan membuat emisi sudah sangat minim,” kata Suryo Eko disela konferensi pers virtual, Rabu (1/9).

PLN memang berencana tidak lagi menggunakan PLTU berbahan batu bara. Puncaknya semua PLTU baik itu yang gunakan super critical juga tidak akan lagi digunakan pada tahun 2060. Ini sebagai bagian dari upaya mencapai Net Zero Emission yang dicanangkan pemerintah.

Tapi Suryo Eko menegaskan rencana PLN tersebut tidak akan mempengaruhi rencana PTBA untuk masuk ke bisnis pembangkit listrik batu bara.

“saya rasa ini tidak akan pengaruhi rencana pemgembangan bukit asam di PLTU karena masih tahun 2060 itu dari tahun ini masih ada 40 tahun lagi umur PLTU Bukit Asam atau hampir semua 20-30 tahun jadi tidak terlalu berpengaruh rencana jangka panjang perusahaan,” jelas Suryo Eko.

PLTU Sumsel 8 merupakan bagian dari proyek 35 ribu MW dan dibangun oleh PTBA melalui PT Huadian Bukit Asam Power (PT HBAP) sebagai Independent Power Producer (IPP).

PT HBAP merupakan konsorsium antara PTBA dengan China Huadian Hongkong Company Ltd. Pembangkit listrik ini diharapkan bisa beroperasi penuh secara komersial pada kuartal I- 2022.

“Progres pembangunan proyek PLTU yang nantinya membutuhkan 5,4 juta ton batu bara pertahun ini telah mencapai penyelesaian proyek sebesar 88,15% per Juli 2021,” ungkap Suryo Eko.