JAKARTA – Indonesia memasuki babak baru dalam menangani permasalahan emisi. Besok (21/2) akan tercatat dalam sejarah bahwa Indonesia memulai bisnis masa depan, yakni perdagangan karbon.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), akan meresmikan langsung perdagangan karbon khusus untuk pembangkit listrik tersebut bersama dengam Dirjen Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu.

Sebelumnya telah diterbitkan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.

Beleid ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Dalam Peraturan Menteri tersebut terdapat 6 (enam) lingkup pengaturan yang meliputi: penetapan Persetujan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE), penyusunan Rencana Monitoring Emisi GRK pembangkit tenaga listrik, penetapan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU), Perdagangan Karbon, penyusunan laporan Emisi GRK pembangkit tenaga listrik dan evaluasi pelaksanaan Perdagangan Karbon dan pelelangan PTBAE-PU.

Fase kesatu perdagangan karbon akan dilaksanakan pada tahun 2023, dimana pertama kali akan dilaksanakan pada unit pembangkit PLTU batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW. Pemerintah mencatat ada total sekitar 99 unit PLTU batu bara.

Pelaksanaan PTBAE pembangkit tenaga listrik akan dilaksanakan pada 3 fase, yaitu fase I pada tahun 2023 sampai dengan tahun 2024, fase II pada tahun 2025-2027 dan fase III pada tahun 2027-2030. Sedangkan untuk fase setelah tahun 2030 akan dilaksanakan sesuai dengan target pengendalian emisi GRK Sektor Energi.

PTBAE pada fase I hanya berlaku pada PLTU batubara yang terdiri dari 4 kategori, meliputi:

1. PLTU nonmulut tambang dan PLTU mulut tambang dengan kapasitas terpasang lebih dari atau sama dengan 25 MW sampai dengan kurang dari 100 MW dengan nilai PTBAE sebesar 1,297 ton CO2e/MWh.

2. PLTU mulut tambang dengan kapasitas terpasang lebih dari atau sama dengan 100 MW dengan nilai PTBAE sebesar 1,089 ton CO2e/MWh;

3. PLTU nonmulut tambang dengan kapasitas terpasang lebih dari atau sama dengan 100 MW sampai dengan kurang dari atau sama dengan 400 MW dengan nilai PTBAE sebesar 1,011 ton CO2e /MWh;

4. PLTU nonmulut tambang dengan kapasitas terpasang lebih dari 400 MW; dan PLTU mulut tambang dengan kapasitas terpasang lebih dari atau sama dengan 100 MW dengan nilai PTBAE sebesar 0,911 ton CO2e /MWh.

Sedangkan penetapan PTBAE untuk PLTU di luar wilayah usaha PT PLN (Persero) dan/atau untuk kepentingan sendiri akan ditetapkan paling lambat 31 Desember 2024.