JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong adanya kerjasama antar negara di sektor ketenagalistrikan melalui pengembangan interkonektivitas pada ASEAN Power Grid dan Trans ASEAN Gas Pipeline untuk mempercepat transisi energi di Asia Tenggara.

Secara spesifik Kementerian ESDM mendorong adanya perdagangan listrik antara Brunei, Indonesia, Malaysia dan Philipina (BIMP).

“Indonesia akan menginisiasi pengembangan interkoneksi power grid dengan beberapa negara ASEAN yakni, Brunei, Indonesia, Malaysia dan Philipina (BIMP) menduplikasi proyek perdagangan listrik multilateral Laos – Thailand – Malaysia dan Singapura (LTMS),” kata Jisman Hutajulu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, akhir pekan ini di Jakarta.

Menurut dia untuk merealisasikan proyek BIMP tentu berbeda tantangannya dengan proyek LTMS karena proyek LTMS hanya saluran udara di land base saja, sedangkan untuk BIMP ada yang harus terkoneksi dengan kabel bawah laut, terutama di wilayah Philipina yang terpisah oleh laut.

“Kita akan fokuskan proyek ini dulu, dimulai dengan pembicaraan antarpemerintah terlebih dahulu untuk dirumuskan dan disepakati bersama bagaimana merealisasikannya, baru setelah itu dibuat feasibility study-nya,” lanjut Jisman.

Proyek Interkoneksivitas listrik antarnegara ini merupakan satu dari tujuh pilar utama program keketuaan Indonesia di ASEAN sektor energi yang sesuai dengan ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) 2016-2025. Ketujuh pilar utama tersebut yaitu, ASEAN Power Grid, Trans-ASEAN Gas Pipeline, Coal and Clean Coal Technology, Energy Efficiency and Conservation, Renewable Energy, Regional Energy Policy and Planning dan Civilian Nuclear Energy.

Pembangunan infrastruktur jaringan listrik di kawasan Asia Tenggara (ASEAN Power Grid) diutamakan bersumber dari energi baru dan terbarukan (EBT) sehingga mampu membantu peningkatan pemanfaatan EBT di wilayah tersebut. Kebijakan ini ditargetkan akan mendorong pencapaian komponen EBT dengan target peningkatan kapasitas daya terpasang EBT di ASEAN hingga 35% di tahun 2025.

Kawasan ASEAN sendiri diperkirakan memiliki sumber energi baru dan terbarukan yang sangat besar yaitu lebih dari 17.000 GW untuk dijadikan sebagai modal dalam mencapai target jangka pendek, menengah dan panjang.

Untuk jangka pendek, porsi EBT pada bauran energi ditargetkan akan mencapai 23%, dan porsi EBT pada kapasitas pembangkit sebesar 35% di tahun 2025 sesuai ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC).

Untuk Jangka menengah, Nationally Determined Contributions (NDCs) tahun 2030 sesuai target penurunan emisi Gas Rumah Kaca masing-masing negara ASEAN dan untuk target Jangka panjang, mencapai Net Zero Emission (NZE) sekitar tahun 2050.

“Kami mendorong seluruh anggota ASEAN untuk mendeklarasikan target NZE pada ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) ke-41 di bulan Agustus 2023,” kata Jisman. (RI)