JAKARTA – Strategi PT Pertamina (Persero) untuk ekspansif mengembangkan sektor hulu minyak dan gas ke luar negeri dinilai langkah yang tepat di saat harga minyak rendah. Pertamina memperkirakan kebutuhan dana untuk ekspansi melalui langkah akuisisi mencapai  US$16 miliar hingga 2020.

“The correct strategy adalah gunakan kondisi rendahnya harga dan cash on hand untuk ekspansi ke luar negeri, baik berupa kerja sama ataupun akuisisi ladang migas yang sudah proven,” ujar Berly Martawardaya, pengamat energi dari Universitas Indonesia.

Menurut Berly, upaya Pertamina untuk ekspansi di luar negeri sebenarnya bisa didukung pemerintah melalui jalur diplomasi seperti halnya pemerintah negara lain untuk ekspansi perusahaan negara di sektor minyak dan gas.

Di luar negeri Pertamina tercatat beroperasi di tiga negara, yakni Aljazair, Irak dan Malaysia. Di Aljazair, Pertamina tercatat menjadi operator di blok Menzel Lejment North. Serta memiliki hak partisipasi di dua blok lainnya, yakni El Merk dan Ourhoud.

Di Irak, Pertamina memiliki hak partisipasi sebesar 10% di Blok West Qurna 1.  Sementara di Malaysia, Pertamina memiliki hak partisipasi 18%-25,5% di Blok SK-309, SK-311, SK-314A, P, K dan Blok H.

Arif Budiman, Direktur Keuangan Pertamina, mengatakan alokasi dana untuk rencana akuisisi blok migas berasal dari dana internal perseroan maupun pinjaman. Komposisi sumber dana akan sangat tergantung dari situasi dan kondisi ke depan. “Kas internal sekitar 20%-30 % dan sisanya kemudian 80-70% berasal pinjaman,” kata Arif, Jumat.

Pertamina menargetkan produksi dari lapangan migas hasil merger dan akuisisi akan mencapai 366 ribu barel oil equivalent per day (BOEPD) dari total produksi migas perseroan pada 2020 yang mencapai 1,3 juta BOEPD.

Lapangan Tua

Berly menambahkan ekspansi ke luar negeri menjadi pilihan karena saat ini ladang minyak yang aktif di Indonesia sebagian besar sudah tua, di atas 15-20 tahun. Selain itu, tidak banyak kegiatan eksplorasi baru dalam dua dekade tersebut. Akibatnya, produksi cenderung terus menurun. “Ladang migas di Indonesia juga kebanyakan di off shore atau di kawasan Timur yang terpencil dan membutuhkan biaya besar untuk mengembangkannya. Dengan rendahnya harga minyak saat, pengembangan tersebut tidak ekonomis,” ungkapnya.

Produksi minyak dan gas Pertamina pada semester I 2016 naik sebesar 12,5% menjadi 640 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD), dibanding periode yang sama 2015 sebesar 569 ribu BOEPD. Peningkatan kinerja produksi migas Pertamina disokong kontribusi lapangan di luar negeri, yakni Aljazair, Irak dan Malaysia.

Hingga akhir 2016, Pertamina menargetkan produksi migas sebesar 661 ribu BOEPD. 647 ribu BOEPD dari lapangan organik dan 14 ribu MBOEPD dari lapangan anorganik. Total produksi minyak Pertamina sepanjang semester I, baik dari luar negeri maupun lapangan di dalam negeri mencapai 305 ribu barel per hari (bph), naik 11,3% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 274 ribu bph. Sementara untuk produksi gas sebesar 1.938 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), naik 15,8% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 1.710 MMSCFD.

Kinerja produksi minyak dan gas Pertamina di luar negeri menjadi penyokong utama peningkatan produksi kali ini. Realisasi produksi Aljazair hingga semester I 2016 mencapai 20 ribu bph dan gas 111 MMSCFD. Sementara itu, di Irak produksi minyak mencapai 44 ribu bph.Selain itu, lapangan minyak Pertamina di Malaysia juga turut memberikan andil dengan menyumbang produksi minyak 21 an gas 89 MMSCFD.(RA/RI)