JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) tengah menunggu review yang dilakukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terhadap target produksi migas 2020 sebagai respons terhadap anjloknya harga minyak dunia.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas,  mengatakan para KKKS telah melaporkan kondisi dan strategi menghadapi rendahnya harga minyak. Satu hal yang paling bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan efisiensi melalui penundaan program pengeboran development pada tahun ini.

“Memang mulai ada beberapa KKKS yang menunda program drilling (pengeboran) tahun ini,” kata Dwi kepada Dunia Energi, Jumat (3/4).

Dia menuturkan tidak tertutup kemungkinan akan ada revisi target produksi migas untuk  2020, jika kondisi rendahnya harga minyak  berlangsung lama. “Kami saat ini sedang mereview untuk mengetahui berapa revisi target produksi tahun ini,” kata Dwi.

Menurut Dwi, kondisi harga minyak saat ini sangat memberatkan apalagi dalam beberapa pekan harga minyak terus di bawah US$30-an per barel. Wajar jika tidak sedikit perusahaan memilih untuk melakukan pemangkasan produksi, karena sudah tidak ekonomis jika terus ngotot menggenjot produksi.

Dia menceritakan ketika harga minyak terkoreksi hinga di bawah US$40 per barel, sudah mulai ada produsen migas menderita kerugian.

“Sesungguhnya di bawah US$40 per barel, sudah mulai ada produsen yang sufferings, apalagi di bawah US$30 per barel. Dalam kondisi ekonomi dunia yang melemah, tentu saja harga ini akan dipengaruhi seberapa besar produsen besar akan mengurangi produksinya, karena memang sudah tidak ekonomis,” ungkap Dwi.

Rendahnya harga minyak sebenarnya sudah dimulai sejak awal 2020. Kondisi ini makin diperparah ketika perang harga terjadi antara Amerika Serikat dan Arab Saudi serta Rusia yang membuat harga minyak jatuh lebih dalam. Kondisi tersebut diperburuk dengan wabah virus Corona atau covid-19 yang menjadi pandemi di dunia sehingga konsumsi minyak berkurang drastis. Alhasil sudah beberapa pekan terakhir harga minyak dunia tidak beranjak dari posisi US$ 20-an per barel.

Harga minyak mentah dunia pada penutupan perdagangan Jumat, meningkat tapi rata-rata masih dibawah US$30-an per barel sejak awal pekan Maret 2020. Minyak berjangka  Brent tercatat naik US$5,20 atau 21% ke posisi US$29,94 per barel.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) juga meningkat US$5,01 atau 24,7% menjadi US$25,32 per barel.

Menurut Dwi, kemungkinan besar rendahnya harga minyak dunia kali ini akan bertahan hingga akhir tahun. Apalagi pandemi virus Corona juga belum bisa dipastikan kapan akan berakhir.

“Oleh karena itu, saya memperkirakan akan ada rebound harga. Paling tidak di kuartal IV 2020, atau awal tahun depan.
Ini pernah terjadi pada 2015, tetapi saat ini  lebih kompleks karena ada dampak Covid-19,” kata Dwi.

Pri Agung Rakhmanto, pengamat migas dari Universitas Trisakti, mengatakan sangat wajar jika KKKS mengajukan revisi target, karena saat ini seluruh perusahaan ikut merasakan dampak dari kondisi ketidakpastian global.

Perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia juga pasti diarahkan oleh kantor pusatnya untuk melakukan revisi target untuk menghindari kerugian.

“Wajar (revisi). Kan keputusan investasi KKKS, apalagi yang asing, juga tidak disini, tetapi di head quarter-nya (kantor pusat) yang saat ini notabene juga semua terkena dampak covid maupun perang harga,” kata Pri Agung.(RI)