JAKARTA – PT Pertamina (Persero) diminta segera melakukan penyesuaian terhadap harga jual BBM nonsubsidi mengikuti rendahnya harga minyak dalam beberapa pekan terakhir.

Kardaya Warnika, Anggota Komisi VII DPR,  mengungkapkan belum adanya penyesuaian harga BBM oleh Pertamina lantaran perusahaan plat merah itu sedang mengumpulkan pundi-pundi keuntungan dari sektor hilir untuk menutup kerugian sebelumnya yang diakibatkan kebijakan pemerintah yang menahan harga BBM saat harga minyak dunia tinggi.

“Pertamina sedang menimbun keuntungan, mungkin untuk mengganti subsidi premium yang dulu dideritanya,” kata Kardaya saat dihubungi Dunia Energi, Senin (6/4).

Kardaya menegaskan apapun alasannya Pertamina tidak bisa terus-terusan untuk bungkam dalam kondisi sekarang, lantaran harga minyak dunia sudah jauh dibawah asumsi yang ditetapkan. Artinya ada ruang yang bisa dimanfaatkan untuk merasionalisasikan harga. Apalagi penyesuaian dengan menurunkan harga BBM akan membantu masyarakat ditengah kondisi perekonomian saat ini.

“Sangat perlu (evaluasi harga) untuk meringankan beban rakyat. Sebaiknya Pertamina segera menurunkan harga BBM untuk membantu rakyat karena harga turun menjadi hanya 1/3 dari asumsi APBN,” kata Kardaya.

Pemerintah sebenarnya mengamanatkan kepada badan usaha untuk melakukan evaluasi harga setiap satu bulan. Pertamina pun sejak pertengahan Maret 2020 telah menyatakan kesiapannya untuk mengevaluasi harga dengan kondisi harga minyak rendah saat ini. Tapi hingga kini belum ada kebijakan penyesuaian seperti yang dijanjikan.

Disisi lain, hingga awal April belum ada tanda-tanda positif dari harga minyak dunia. Apalagi pertemuan OPEC+ yang akan membicarakan mengenai pemangkasan produksi Arab Saudi dan Rusia mengalami penundaan.

Kondisi itu membuat kekhawatiran kelebihan pasokan minyak kembali terjadi. Di awal perdagangan Senin, harga minyak mentah jenis Brent turun US$1,29 atau 3,8 persen mendekati US$30 per barrel. Sementara minyak mentah jebis West Texas Intermediate (WTI) melemah US$1,66 atau 5,9% menjadi US$26,68 per barel, setelah sebelumnya sempat menyentuh level terendah US$25,28 per barel.(RI)