JAKARTA – PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) berlum berencana merevisi Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2020, meskipun harga minyak sudah turun hingga kisaran US$20-an per barel. Herwin W. Hidayat, Vice President Investor Relations & Corporate Communications Energi Mega Persada, mengatakan pada tahun ini Energi Mega akan fokus mempertahankan produksi di wilayah kerja eksisting. “Saat ini rencana 2020 masih mengembangkan produksi dan menyelesaikan pekerjaan di blok-blok yang sudah ada dulu,” kata Herwin kepada Dunia Energi, belum lama ini.

Energi Mega mengelola sumber daya yang sebagian besar berupa gas, sehingga anjloknya harga minyak dunia tidak terpengaruh besar bagi kinerja operasional perusahaan. Kontrak jual beli gas biasanya merupakan kontrak jangka panjang.

“Salah satu mitigasi yang kami miliki terhadap rendahnya harga minyak dunia adalah fakta lebih dari 90% jumlah cadangan dan produksi kami dalam bentuk gas. Kontrak jual gas memiliki jangka waktu yang lebih panjang dan gas memiliki harga yang lebih stabil dibandingkan dengan harga minyak yang lebih berfluktuasi dan diperjualbelikan on spot,” ungkap Herwin.

Menurut Herwin, Energi Mega kini juga fokus mengantisipasi kegiatan operasional di tengah pandemik virus Corona atau Covid-19. “Perlu preplanning dan antisipasi atas penyebaran Covid-19. Saat ini kami mencoba lebih mengutamakan HSE atas pekerja, stakeholder, dan lingkungan kerja perusahaan,” kata Herwin.

Gas menjadi andalan Energi Mega. Pada 2019, produksi gas Energi Mega meningkat 17% menjadi 154 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dibanding 2018 sebesar dari 132 MMSCFD. Untuk produksi minyak tercatat 2.362 barel per hari (bph) atau naik 33% dibanding realisasi rata-rata 2018 yakni 1.780 bph.

Belanja Modal

Herwin mengatakan untuk belanja modal (Capital Expenditure/Capex) tahun ini belum ada keputusan apakah akan revisi, karena masih harus dibahas lebih lanjut. Namun alokasinya diperkirakan tidak jauh berbeda dengan 2019.

Pada tahun lalu Energi Mega menggelontorkan Capex sekitar US$70 juta-US$80 juta. Sekitar 40% di antaranya dialokasikan untuk Blok Bentu di Riau yang memproduksi gas,  Selain itu, 30% untuk Blok Malacca Strait di Riau dengan produksi sebagian besar minyak, Serta 30% lainnya untuk Blok Kangean di Jawa Timur yang memproduksi gas.

“Tidak diperlukan external financing untuk capex tersebut karena akan didanai cash flow masing-masing blok yang sudah berproduksi secara komersial,” kata Herwin.(RI)