JAKARTA – Pemerintah menyatakan pemanfaatan tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Opsi penggunaan nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi nasional masih menjadi opsi terakhir yang akan dipertimbangkan pemerintah.

Rida Mulyana, Direktur Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan kebijakan penggunaan nuklir pada dasarnya tidak dilarang di Indonesia, namun yang harus diingat Indonesia memiliki sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) yang belum dimanfaatkan dengan optimal.

“Kebijakan (nuklir jadi pembangkit) ini tidak dilarang, hanya kita juga punya energy renewable yang masih berlimpah. Mulai dari di bawah tanah yang berupa panas bumi, Indonesia punya potensi terbesar di dunia karena ada banyak gunung api. Naik ke atas tanah, ada air, biomassa, sampai kemudian surya kita ada di tropis minimum dilewati matahari. Itu semua belum didayagunakan,” kata Rida dalam sesi diskusi virtual, Kamis (15/10).

Menurut Rida, dari sisi perencanaan nuklir memang sempat dinilai sebagai pembangkit listrik yang mahal dan harus dibangun dengan kapasitas raksasa. Namun belakangan ada teknologi yang terus berkembang sehingga yang sifatnya moduler dan kecil-kecil cocok untuk dibangun di daerah-daerah terpencil misalkan di Indonesia timur. Bahkan sudah banyak yang menawarkan teknologi itu ke Indonesia. Hanya saja ketika sudah menyinggung tentang nuklir maka pembahasannya tidak akan berjalan tanpa ada rintangan.

“Tapi lagi-lagi pada saat teknologi sudah ada, pada saat pendanaan sudah ada resources data sudah kita punyai. At the end kita juga harus tanya ke masyarakat luas, mau enggak. Surveinya membaik, sekitar 70% menerima kehadiran PLTN, terutama di Bangka maupun Kalimantan Barat mereka siap gubernurnya juga ikut mendukung. Tapi meskipun 70%, kita harus tetap perhatikan yang 30%,” ungkap Rida.

Banyak pihak khawatir jika fokus terhadap nuklir sebagai pembangkit listrik digenjot maka anugerah EBT lain yang lebih ramah lingkungan malah akan tidak dimanfaatkan.

Sementara nuklir itu baik teknologi maupun bahan bakarnya serta bagaimana recycling bahan bakarnya, pengelolaan limbahnya bagaimana sangat tergantung dari luar negeri.

“Dengan pertimbangan seperti itu recources EBT masih belum dikembangkan dan sesuai kebijakan pemerintah nuklir ditaruh dibelakang maka sampai saat ini masih konsisten menempatkan nuklir jadi pilihan terakhir,” kata Rida.

Menurut Rida, masa lalu kelam nuklir sudah melekat di masyarakat sebagai penghancur. Padahal selain pembangkit listrik,  nuklir sudah digunakan untuk kesehatan maupun pertanian, perkebunan untuk membuat bibit yang baru dan unggul. Tapi kalau dikaitkan dengan pembangkit listrik tetap masih ada masyarakat yang cenderung mengasosiasikan nuklir sebagai bom. Ini yang membuat sebagian masyarakat masih resisten menolak itu.

“Sampai saat ini menurut survei yang dilakukan dengan teman-teman di Batan karena terpengaruh nuklir dan berasosiasi dengan atom, bom atom Hiroshima segala macam paling moderat jawabannya, boleh saya setuju nuklir tapi jangan dibelakang rumah saya ya. Lalu ada juga yang langsung menolak,” kata Rida.(RI)