JAKARTA – Dewan Energi Nasional (DEN) mengusulkan adanya pengalihan subsidi LPG 3 kg menjadi subsidi kompor listrik dan peralatan masaknya. Hal ini diyakini akan jadi jalan keluar dari persoalan subsidi LPG yang selama ini terus membengkak impornya dan terus membenani keuangan negara. Usulan tersebut juga sejalan dengan implementasi dari program GSEN (Grand Strategi Energy Nasional) dan dalam rangka mewujudkan Transisi Energy menuju Net Zero Emisi serta Target EBT 23% di tahun 2025. Apalagi Indonesia juga tahun ini juga sebagai Presiden G-20.

Djoko Siswanto, Sekretaris Jendral DEN, menjelaskan PT PLN (Persero) dan Balitbang KESDM sempat memberikan kajiannya untuk mensubsidi penyediaan kompor listrik beserta satu set peralatan masak. Dari kajian tersebut memang ada penghematan subsidi yang cukup signifikan. Dia menuturkan bahwa PLN bersama DEN sedang melakukan persiapan uji coba pemberian kompor listrik dan alat masak di beberapa wilayah seperti di Solo dan Bali.

“Lagi data 1.000 orang di Bali dan 1.000 orang di Solo yang akan mendapatkan kompor listrik dan peralatannya gratis bekerja sama dengan Universitas Udayana dan UNS Solo,” kata Djoko saat diskusi bersama awak media, Selasa (12/4).

DEN kata Djoko sudah mengusulkan adanya pengalihan dana subsidi dari LPG. Untuk tahap awal sekaligus uji coba dana subsidi yang dialihkan tidak besar. “Saya sudah kirim surat ke Menteri ESDM agar bisa dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan alihkan subsidi LPG Rp1 triliun saja dulu,” ujar Djoko.

Jumlah dana yang disiapkan untuk subsidi LPG 3kg sangat besar jumlahnya hingga puluhan triliun. Menurut Djoko pengalihan subsidi lebih tepat dan tidak harus melalui proses panjang karena pada dasarnya subsidi tetap ada hanya saja tujuannya yang berbeda.

Menurutnya usulan tersebut bisa segera diimplementasikan karena tidak ada yang dibebani apalagi keuangan negara. “Saya udah konsep sih, sudah teken suratnya, semoga dpt disetujui”Ini bagus tidak tambah beban ke APBN. Kita cuma minta Rp1 triliun per tahun. Dialihkan untuk kompor listrik dan utensiknya” ujar Djoko.

Berdasarkan kajiannya bersama PLN dan Balitbang KESDM biaya penyediaan kompor listrik dan alat masak untuk satu keluarga sekitar Rp 500 ribu sd Rp. 1 jt, Jika memang terus berjalan pengalihan subsidi maka Djoko menargetkan dalam limat tahun jumlah LPG impor yang dikurangi sangat besar.

“Subsidi LPG hampir Rp70 triliun geser Rp1 triliun aja pada tahap awal. Lima tahun aja udah selesai kompor listrik semua masyarakat. Sekarang tinggal tunggu dan berdoa aja semoga dpt disetujui,” ungkap Djoko.

Sebelumnya PLN juga melakukan kajian dengan uji coba penggunaan kompor listrik. Rumah tangga kecil rata-rata mengkonsumsi 11,4 kg LPG subsidi dengan biaya Rp79.400 per bulan setelah disubsidi pemerintah sebesar Rp125.400, sehingga total biaya yang dibutuhkan untuk memasak menggunakan LPG mencapai Rp204.800 per bulan.

Sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk memasak menggunakan kompor induksi sebagai berikut, harga listrik tanpa subsidi 1 kWh Rp 1.444,7 sedangkan kebutuhan listrik per bulan sebesar 82 kWh, dengan begitu biaya yang dibutuhkan untuk masak per bulan menggunakan kompor induksi tanpa subsidi sebesar Rp 118.465 sehingga terdapat penghematan sekitar Rp 86.335 setiap bulan.

Selain pengguna yang mendapat manfaat, negara juga memperoleh penghematan subsidi dan impor jika masyarakat beralih menggunakan kompor induksi. Dalam kajian PLN, untuk konversi sejumlah 300 ribu pengguna per tahunnya, akan dapat memberikan penghematan subsidi LPG sekitar Rp 450 miliar dan menekan biaya impor LPG sebesar Rp 220 miliar.