JAKARTA – Perubahan struktur organisasi signifikan yang terjadi pada PT Pertamina (Persero) dan rencana IPO terhadap lima anak usaha memicu sejumlah kekhawatiran.

Arie Gumilar, President Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), mengungkapkan  tiga dari lima anak usaha inti Pertamina yakni PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT Pertamina Hulu Energi (PHE), dan PT Pertamina International Shipping (PIS) adalah anak usaha yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

“Kekhawatiran yang dimaksud, yakni pertama berpotensi melanggar UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 77 huruf (c) dan (d),” ungkap Arie Gumilar, kata Arie, dalam webinar bertajuk “Tinjau Kembali Kebijakan IPO Anak Perusahaan Pertamina. Pertamina 100%  Milik Rakyat”,  Sabtu(7/8).

Kedua, besarnya potensi pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 52/PMK.010/2017 tentang penggunaan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran atau pengambilalihan usaha.
Ketiga, transfer pricing antar subholding berpotensi menyebabkan HPP (Harga Pokok Produksi) BBM meningkat. “Jika ini terjadi maka yang dirugikan adalah rakyat karena harus membeli BBM dengan harga yang lebih mahal,” ujar Arie Gumilar.

Selain itu, holding-subholding dan rencana IPO anak usaha Pertamina dikhawatirkan berpotensi terjadinya silo-silo antar subholding karena sudah menjadi entitas bisnis yang tersendiri dan mempunyai target kinerja masing-masing.

Kelima, kemampuan subholding dalam mengemban beban penugasan BBM PSO. Karena masing-masing subholding ditarget kinerja masing-masing, maka akan memungkin antar subholding saling bersaing ketimbang memikirkan kepentingan rakyat.

Keenam, hilangnya previlege yang diberikan oleh pemerintah ketika subholding melakukan IPO. Ketujuh, mengancam ketahanan energi nasional dan program pemerataan pembangunan BBM Satu Harga. Kedelapan, mengancam ketahanan energi nasional dan program pemerataan pembangunan BBM Satu Harga tidak berjalan.

Arie menyampaikan berbagai cara telah ditempuh seperti upaya class action, unjuk rasa, siaran pers, melakukan edukasi kepada semua stakeholder termasuk permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung.

Beberapa bentuk perjuangan yang telah dilakukan antara lain menolak penjualan VLCC di tahun 2004, merebut blok migas terminasi, menolak pengambilalihan PGE oleh PLN, menyusun naskah RUU Migas termasuk naskah akademisnya, berperan aktif sebagai fasilitator terbentuknya komunitas energi dalam wadah Dewan Energi Mahasiswa sebagai Center of Excellent Energy, serta judicial review UU No 22 Tahun 2001, Permen ESDM No. 23 Tahun 2018, UU No. 31 Tahun 1999.

Arie mengatakan bahwa pada bulan Juli 2020 FSPPB telah mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat, menggugat Menteri BUMN dan Dirut Pertamina untuk membatalkan unbundling Pertamina dengan bungkus restrukturisasi holding – subholding. FSPPB juga melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait.

UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 77 huruf c. dan d. yang meminta agar Majelis Hakim MK memutuskan bahwa yang tidak dapat diprivatisasi sebagaimana dimaksud pasal 77 adalah termasuk anak usaha BUMN yang menjalankan proses bisnis inti.

“Dalam kasus holding-subholding dan rencana IPO anak perusahaan Pertamina, FSPPB dengan tegas menyatakan menolak unbundling dan privatisasi. Kami telah melakukan berbagai upaya perjuangan baik acara litigasi maupun nonlitigasi,” kata Arie Gumilar.(RA)