JAKARTA – Pemerintah mengakui ketersediaan dana insentif biodiesel tergerus sejak harga minyak dunia anjlok mulai dari awal tahun hingga kini yang juga menekan Harga Indeks Pasar (HIP) solar. Meski demikian program campuran biodiesel 30% dengan solar atau B30 akan tetap dilanjutkan.

Andriah Feby Misnah, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, menuturkan saat ini koordinasi masih terus dilakukan. “Masih dibahas pimpinan. Pemerintah masih berkomitmen Program B30 tetap berjalan. Pemerintah sedang berupaya untuk mencari sumber pendanaan lainnya,” kata Feby, Selasa (5/5).

Selama ini program B30 didukung pendanaan untuk menutup seluruh selisih harga solar dan biodiesel. Ini terjadi karena harga biodiesel cenderung lebih mahal dari solar.
Dana tersebut diperoleh dari iuran para pengusaha kelapa sawit.

Pada April lalu, HIP sesuai ketetapan pemerintah yakni sebesar Rp8.019 per liter belum termasuk biaya angkut.

Sementara rata-rata harga solar sesuai Means of Platts Singapore (MOPS) pada April lalu tercatat turun menjadi US$28,33 per barel. Dengan asumsi kurs Rp 15.157, harga solar tersebut setara dengan Rp 2.701,13 per liter. Sehingga selisih harga keduanya mencapai Rp 5.317,87 per liter.

Pada Januari, selisih harga biodiesel dan solar belum sebesar itu. Harga rata-rata solar pada awal tahun ini sesuai MOPS tercatat masih mencapai US$ 64,03 per barel atau setara Rp 6.104,94 per liter dengan kurs Rp 15.157 dan harga biodiesel relatif stabil, yakni Rp 8.706 per liter. Selisih harga solar dan biodiesel ini hanya sekitar Rp 2.601,06 per liter.

Ketika gap ini terus melebar tentu akan berbahaya bagi kelanjutan B30 karena pemerintah memang tidak mematok maksimal nilai selisih yang akan ditanggung. “Tidak ada dipatok (selisih harga solar dan biodiesel yang diganti),” kata Feby.(RI)