JAKARTA – Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) menegaskan sesuai hasil survei nasional maka pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) diyakini akan mendapat dukungan dari masyarakat.

“Sudah terjawab dengan hasil jajak pendapat yang tiga tahun terakhir selalu di atas 70 persen. Bahkan tahun 2016, dengan 4000 responden dari seluruh Indonesia, hasilnya 77,53 persen mendukung,” kata Djarot Sulistio Wisnubroto, Kepala BATAN, kepada Dunia Energi.

Hal ini diungkapkan Djarot menanggapi pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan bahwa pengembangan PLTN di Indonesia masih menunggu momentum yang tepat. Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi sebelum Indonesia mengembangkan PLTN skala besar, yakni dukungan masyarakat dan political will.

Pelaksanaan survei penerimaan masyarakat terhadap pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) nuklir secara nasional, dimulai 2011 dan hasilnya cenderung naik.

Menurut Djarot, status PLTN saat ini menunggu keputusan politik. Perolehan hasil survei penerimaan masyarakat terhadap rencana pembangunan PLTN pada tahun 2011 sebesar 49,5 persen, 2012 (52,9 persen), 2013 (64,1 persen), 2014 (72 persen), dan 2015 (75,3 persen).

Dengan melihat hasil perolehan survei nasional dari tahun ke tahun menunjukkan jumlah penerimaan masyarakat terhadap pembangunan PLTN terus meningkat. Dengan demikian, masyarakat Indonesia sudah tidak mempermasalahkan kehadiran PLTN di Indonesia.

Tiga alasan masyarakat setuju dengan pembangunan PLTN, yaitu tidak adanya pemadaman listrik, kedepannya listrik menjadi murah, dan selanjutnya dapat menciptakan lapangan kerja.

Sedangkan, alasan utama bagi yang tidak setuju terhadap pembangunan PLTN antara lain, khawatir adanya kebocoran reaktor nuklir, pencemaran radioaktif yang ditimbulkan oleh reaktor PLTN, dan limbah radioaktif.

Berdasarkan wilayahnya, masyarakat Sulawesi Utara merupakan daerah dengan tingkat penerimaan masyarakat terhadap PLTN tertinggi yaitu 98 persen dan Gorontalo adalah daerah dengan tingkat penerimaan terendah sebesar 46,7 persen.

“Ada dambaan dari masyarakat untuk mendapatkan listrik yang berkelanjutan, murah dan bisa membuka lapangan kerja, serta meningkatkan kesejahteraan mereka,” tandas Djarot.(RA)