JAKARTA – Penggunaan subsidi LPG untuk tahun ini terbilang tinggi. Ini bisa dilihat dari realisasi hingga Maret 2021 atau kuartal I 2021 yang sudah mencapai 41% dari pagu anggaran subsidi dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021.

Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, realisasi beban subsidi LPG hingga Maret lalu mencapai Rp15,04 triliun dari pagu anggaran 2021 sebesar Rp36,56 triliun atau 41% dari kuota subsidi APBN. Dari sisi volume, realisasinya sebesar 1,79 juta metrik (MT) ton atau sedikit di atas kuota hingga Maret sebesar 1,78 juta MT.

Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan tingginya konsumsi pada tiga bulan pertama tahun ini dipicu permintaan yang tinggi di desa-desa yang direspon dengan adanya penambahan pangkalan LPG. Konsumsi LPG pada Maret sebesar 628 ribu MT di atas kuota 619 ribu MT. Realisasi pada Maret, juga lebih tinggi dari Januari sebesar 603 ribu MT dan Februari 560 ribu MT. Bahkan April sebesar 625 ribu MT.

“Untuk beban pembayaran (subsidi LPG) hingga Maret yaitu Rp15,04 triliun,” kata Tutuka dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (24/5).

Pemerintah telah melakukan pembayaran subsidi LPG kepada PT Pertamina (Persero) sampai Maret baru sebesar Rp14,36 triliun.

Menurut data Kementerian ESDM, perhitungan subsidi LPG per kilogram pada tahun ini mencapai Rp8.781 dan menjadi yang tertinggi sejak 2015. Mengacu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), subsidi harga LPG tercatat sebesar Rp5.438 per kg pada 2015, kemudian turun menjadi Rp4.430 per kg pada 2016, lalu naik menjadi Rp6.954 per kg pada 2017 dan Rp8.400 per kg pada 2018. Setelahnya, subsidi LPG turun lagi menjadi Rp6.082 per kg pada 2019 dan Rp5.638 per kg pada tahun lalu.

“Subsidi harga LPG itu (pada 2021) naik 64,3% daripada 2020. Sedangkan harga keekonomian, termasuk margin pada 2021 adalah Rp12 ribu per kg dan harga eceran Rp4.250 per kg,” ungkap Tutuka.

Untuk volume, pemerintah menetapkan kuota LPG tahun ini 7,5 juta MT. Kuota nasional LPG tersebut mencakup kuota per kabupaten dan kota 7,44 juta MT, untuk rencana konversi LPG untuk nelayan dan petani 7.812 MT, untuk konversi di Indonesia Timur 30.456 MT. Serta cadangan 26.397 MT. Konversi pada Indonesia Timur dilakukan di Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat untuk 846 ribu paket. Kuota cadangan untuk menjamin pasokan saat force majeur dan terjadi kelangkaan.

Hingga akhir tahun, pemerintah memproyeksikan konsumsi LPG bersubsidi sebesar 7,47 juta MT atau 99,65% dari kuota 7,5 juta MT. “Realisasi per April yakni 2,41 juta MT atau 32,21% dari kuota nasional,” kata Tutuka.(RI)