JAKARTA – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) telah melayangkan surat elektronik terbuka tentang kondisi tanah terkontaminasi minyak (TTM) di Blok Rokan, Riau, Minggu(23/5). CERI melayangkan surat tersebut untuk Menko Kemaritiman dan Investasi (Marinves) dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Yusri Usman, Direktur Eksekutif CERI, mengatakan surat itu berisi konfirmasi dan permintaan informasi tentang Audit Lingkungan Wilayah Kerja PT Chevron Pacific Indonesia di Blok Rokan.

CERI juga menyampaikan apresiasi atas inisiatif Kementerian Kordinator Kemaritiman dan Investasi telah memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan audit lingkungan pada 2020 untuk mengevaluasi dan menilai ketaatan Chevron terhadap kegiatan pengendalian dan perlindungan lingkungan dari operasi produksi minyak terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan pemerintah.

“Namun, kami sangat terkejut atas pengakuan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan (LHK) Provinsi Riau Mamun Murod. Pada intinya pengakuan Mamun Murod itu antara lain menguak bahwa atas inisiatif Kemenko Marinves, pada tahun 2020 telah dilakukan audit lingkungan oleh KLHK untuk wilayah kerja Chevron Pacific Indonesia di Blok Rokan dan sekitarnya,” ujar Yusri, Selasa (25/5).

Menurut Yusri, pengakuan Mamun Murod itu membeberkan bahwa Dinas LHK Provinsi Riau tidak pernah terlibat dalam pembahasan rencana audit lingkungan hidup, pelaksanaan audit, dan penilaian hasil audit lingkungan hidup Chevron Pacific Indonesia.

“Ia juga mengaku bahwa lokasi TTM di Provinsi Riau yang berada di lahan masyarakat berdasarkan pengaduan yang diterima Dinas LHK Provinsi Riau sampai dengan awal April 2021, sebanyak 297 lokasi. Namun belum diketahui berapa jumlah volumenya, karena belum dilaksanakan pemuluhan fungsi lingkungan hidup,” kata Yusri.

Dalam surat terbuka CERI tersebut, disebutkan Mamun Murod juga mengungkapkan sejak tahun 2016 Chevron telah diperintahkan oleh KLHK untuk melaksanakan pemulihan fungsi lingkungan hidup terhadap tanah terkontaminasi limbah B3 atau minyak bumi di 132 lokasi, di luar lokasi yang diadukan masyarakat ke DLHK Riau.

“Terungkap juga oleh Kepala LHK Riau bahwa sampai dengan Januari 2021 Chevron telah melaksanakan pemulihan pada 85 lokasi, dengan total TTM yang dikelola dari tahun 2016 hingga Januari 2021 sebanyak 1,6 juta meter kubik,” ungkap Yusri.

Yusri mengungkapkan bahwa sebelumnya, Dwiyana sebagai Kepala Seksi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa DLHK Riau mengatakan bahwa limbah dengan jutaan meter kubik itu diduga sengaja tidak dikelola, bahkan ada yang sengaja dibuang dengan truk tangki di lahan masyarakat, dan tindakan itu jelas praktek dumping limbah ilegal yang cukup meresahkan masyarakat sejak lama.

Selanjutnya, Mamun Murod mengatakan bahwa pihaknya dibatasi kewenangan. Perizinan lingkungan diterbitkan KLHK, sehingga pengawasan dan pengendaliannya merupakan kewenangan KLHK. “Kalau soal protes sudah sering mereka lakukan baik dalam rapat di daerah maupun di pusat,” ujar Yusri.

Dalam surat CERI, selain disebutkan soal pengakuan Mamun Murod tersebut, terungkap Surat Gubernur Riau pada 28 April 2021 kepada Menteri ESDM cq Dirjen Migas yang berisi permohonan penjelasan keberlanjutan pemulihan TTM Pasca Operasi Blok Rokan oleh PT CPI, dan adanya Surat Jawaban Dirjen Migas kepada Gubernur Riau pada tanggal 4 Mei 2021.

“Dikaitkan dengan isi keterangan Kepala Dinas LHK dan Gubernur Riau, jelas terlihat bahwa wilayah kerja PT CPI volume TTM masih banyak yang belum dimusnahkan,” kata Yusri.

Hal tersebut sudah tentu akan, bahkan mungkin telah berdampak buruk bagi masyarakat Riau serta flora dan fauna di sekitar wilayah operasi CPI yang akan diserahkan kepada PT Pertamina Hulu Rokan pada 8 Agustus 2021.

Terkait kondisi tersebut, kata Yusri, CERI mengajukan permohonan kepada Menko Marinves dan Menteri LHK untuk bisa menjelaskan antara lain tentang apakah benar Dinas LHK Riau tidak dilibatkan di dalam tim kerja audit lingkungan yang dipimpin tim dari Kementerian LHK. Baik mulai dari tahap perencanaan audit, pelaksanaan audit dan penilian hasil audit tersebut.

Jika memang benar Dinas LHK Daerah Riau tidak dilibatkan dalam audit lingkungan tersebut, CERI meminta penjelasan apa dasar pertimbangan dan dasar hukum kebijakan tersebut, jika ditinjau dari UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan perubahan dari UU nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Satu dan lain mengingat pula bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sesuai UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H Undang Undang Negara Republik Indonesia,” kata Yusri.

“Apalagi jika dikaitkan dengan Keputusan Menteri LHK nomor 128 tahun 2003 tentang Tatacara dan Persyaratan Tehnis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Minyak serta Peraturan Menteri LHK nomor 101 tahun 2018 tentang Pedoman Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3,” kata Yusri.(RA)