JAKARTA – Pemerintah berencana untuk menurunkan subsidi listrik pada 2020. Jika rencana tersebut terealisasi maka konsekuensinya golongan rumah tangga 900 VA nonsubsidi akan mengikuti tarif adjusment (penyesuaian). Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan subsidi listrik dalam anggaran 2020 diusulkan sebesar Rp58,62 triliun. Usulan tersebut lebih rendah dibanding anggaran subsidi listrik pada tahun ini sebesar Rp59,32 triliun yang sebenarnya meningkat dibandingkan anggaran subsidi pada 2018 sebesar Rp48,1 triliun.

Namun sebenarnya proyeksi kebutuhan subsidi tahun ini bisa sampai Rp65 triliun, sekitar Rp6 triliun dibayarkan pada anggaran tahun berikutnya.

Jika rencana pelanggan listrik 900 VA nonsubsidi mengikuti tarif adjusment diizinkan dan jadi terealisasi maka penghematan keuangan negara bisa mencapai Rp6 triliun. Namun jika tidak ada perubahan kebijakan penghematan keuangan negara hanya antara Rp600 miliar-Rp 700 miliar.

“Turun (subsidi), tapi ada satu note (catatan). Apabila tarif listrik yang golongan rumah tangga 900 VA ke atas (nonsubsidi) boleh mengikuti tarif adjustment, subsidi bisa turun Rp6 triliun. Kalau tetap, subsidi hanya akan turun Rp600 miliar-Rp700 miliar saja,” kata Jonan disela rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis (20/6).

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengatakan secara aturan rencana menjadikan golongan 900 VA nonsubsidi sebagai golongan tarif adjusment diperbolehkan. Hanya saja selama ini pemerintah menahan harga tarif listrik agar tidak naik.

“Untuk nonsubsidi secara UU kan dibolehkan untuk mengikuti tarif adjustment. Selama ini kan ditahan, karena mempertimbangkan daya beli. Makanya enggak diterapkan adjustment, sehingga berdampak ke subsidi. Kalau itu boleh dilepas, maka pasti mengurangi beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kan,” ungkap Rida.

Ia menambahkan tarif adjusment artinya tarif akan otomatis naik apabila faktor pembentuk harga itu naik, salah satu komponen tersebut. Misalnya, harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) atau komponen harga bahan baku dari pembangkit, seperti harga batu bara.

“Ya mengikuti komponennya, ICP misalnya. Ya harganya bisa naik bisa turun, tergantung kondisi. Sekarang ini posisinya harusnya naik kan tidak naik karena ditahan. Itu yang makanya jadi tambahan subsidi,” kata Rida.(RI)