JAKARTA – Impor minyak mentah pada tahun ini diproyeksi akan meningkat cukup signifikan dibanding 2020. Dalam data proyeksi PT Pertamina (Persero) 2021 impor minyak mentah ditargetkan mencapai 118,4 juta barel atau naik sekitar 50,4% dibanding realisasi impor minyak mentah tahun lalu yang hanya 78,7 juta barel.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan Pertamina perlu memaksimalkan kemampuan pengolahan kilang yang perlu dipasok minyaknya. Selain itu,  ada penurunan entitlement GOI akibat ICP yang masih rendah.

“Kami memang ada kenaikan impor sebesar 39,7 juta barel,” ungkap Nicke disela rapat dengan komisi VII DPR RI, Selasa (9/2).

Meski mengalami peningkatan dari sisi volume, dari sisi harga minyak mentah lebih rendah dibanding minyak mentah yang akan diekspor Pertamina dengan volume yang sama dengan impor minyak.

Nicke mengatakan ekspor masih bisa dimungkinkan dengan harga yang lebih baik dibanding impor.

“Memang adanya produksi dalam negeri yang sebenarnya lebih cocok untuk diekspor,” tukas Nicke.

Harga minyak mentah yang diimpor bisa didapatkan sebear US$59,8 per barel. Sedangkan impor mendapatkan harga US$57,8 per barel.

“Kami masih bisa surplus sebesar US$75 juta karena adanya perbedaan selisih harga yang lebih murah,” ujar Nicke.

Selain impor minyak mentah, perseroan juga impor produk minyak berupa BBM. Total BBM yang diimpor mencapai 113 juta barel dengan rinciam untuk impor BBM Premium sebanyak 53,7 juta barel dan dan BBM Pertamax 53,3 juta barel. Untuk impor Pertamax tahun ini naik dibandingkan tahun lalu karena akan dicampur digunakan juga untuk bahan baku Pertalite.

Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan total impor BBM tahun lalu sebesar 97,8 juta barel atau naik 13,5%.

“Pada 2021 kami memprediksi total volume impor BBM naik 13,5% dibanding 2020. Namun masih di bawah impor 2019. Ini juga sejalan dengan proyeksi kenaikan penjualan BBM,” kata Nicke.

Menurut Nicke, pada tahun ini Pertamina menargetkan penjualan BBM nonsubsidi 162,56 juta barel dan untuk BBM bersubsidi sebesar 47,69 juta barel. Target ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya 139,34 juta barel untuk BBM nonsubsidi dan 53,35 juta barel untuk BBM bersubsidi.

Pada tahun ini Pertamina membeli BBM jenis Premium impor dengan harga US$51,7 per barel. Sedangkan untuk BBM jenis Pertamax berada di harga US$53,5 per barel. Perkiraan harga kedua BBM tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan harga BBM yang bisa dibeli pada tahun lalu yakni sama-sama dikisaran US$45 per barel. Lebih murahnya harga BBM tahun lalu akibat penurunan permintaan yang signifikan akibat pandemi sehingga berlimpahnya pasokan memaksa ada tekanan terhadap harga.

“Jadi ini, ada kenaikan harga mengikuti pergerakan harga gasoline di Singapura hub. Memang adanya perkiraan harga kembali naik,” ungkap Nicke.

Sementara untuk impor LPG. Perseroan tahun ini akan impor 7,2 juta metrik ton atau naik 1 juta ton dari tahun lalu yakni 6,2 juta metrik ton. LPG dibeli dengan harga dikisaran US$411 per ton.(RI)