JAKARTA – Studi yang dilakukan Shell Lubricants terhadap perusahaan pertambangan di Asia, Eropa dan Amerika Serikat mengungkapkan banyak perusahaan pertambangan secara signifikan mengabaikan potensi penghematan yang dapat diraih dari proses pelumasan yang efektif. Hanya 60% yang mengetahui bahwa mereka dapat mengurangi biaya hingga lebih dari 5%, dan kurang dari 10% yang menyadari dampak penghematan dari pelumas bisa mencapai 6 kali lebih besar.

Kristina Unterberger, Mining Sector Marketing Manager PT Shell Indonesia, mengatakan hasil studi yang melibatkan 181 responden mendapati sebanyak 96% perusahaan pertambangan telah mengalami penghentian operasional mesin (shutdown) di luar rencana dalam tiga tahun terakhir ini. Bahkan, 56% di antaranya mengakui kondisi tersebut disebabkan ketidaktepatan dalam pemilihan dan pengelolaan pelumas. Sementara, 64% responden tidak memahami bahwa perpanjangan penggantian pelumas dapat berdampak pada penghematan biaya.

“Banyak pelaku usaha pertambangan tidak menyadari bahwa beberapa faktor kritis dari operasional dapat dipengaruhi secara signifikan oleh pengelolaan pelumas,” ujar Kristina, Rabu (17/5).

Kejadian ini tentu saja berdampak pada keuangan perusahaan, terutama di saat daya saing biaya menjadi prioritas perusahaan pertambangan.

Menurut Kristina, 40% perusahaan yang berpartisipasi dalam riset tersebut mengaku harus mengeluarkan biaya lebih dari US$ 250 ribu dalam tiga tahun terakhir ini, akibat shutdown mesin.

Untuk industri di Indonesia sendiri, total penghematan yang telah dihasilkan melalui kerja sama dengan Shell dalam kurun waktu enam tahun mencapai US$ 6 juta atau rata-rata US$ 1 juta setiap tahunnya.

“Sebagai contoh, dalam kerja sama antara Shell Lubricants Indonesia dan PT Thiess Contractors Indonesia, telah mampu mengidentifikasi adanya potensi penghematan sebesar US$ 320 ribu dengan penggunaan pelumas selama empat tahun,” tandas Kristina.(RA)