JAKARTA – Kadar oktan (research octane number/RON) yang mencapai 90, di atas kadar oktan premium yang hanya 88, menjadikan kualitas pertalite jauh lebih unggul. Apalagi dengan harga jual berselisih tipis membuat produk yang diluncurkan PT Pertamina (Persero) pada akhir Juli 2015 itu makin menjadi pilihan masyarakat.

Wyra Perdana, pengguna skuter matik, mengakui pertalite memiliki kualitas lebih baik dibanding premium. Hal inilah yang membuat dia memilih menggunakan pertalite dibanding premium. “Saya sih lihat dari kualitasnya karena jelas sekali perbedaannya dibanding menggunakan bensin biasa. Jadi lebih enak jalannya,” ungkap Wyra ketika ditemui di salah satu SPBU di Cakung, Jakarta, Jumat (9/9).

Dia menambahkan selain kualitas yang lebih, pemilihan pertalite juga disebabkan harga jualnya tidak berselisih jauh dibanding premium. Saat ini harga jual pertalite di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) sebesar Rp6.900 per liter. Sementara untuk premium dibanderol Rp6.450 perliter.  “Faktor harga juga yang saya pikir membuat masyarakat beralih ke pertalite dan pertamax,” kata Wyra.

Hal senada diungkapkan Akbar Firmansyah, pengguna skuter matik lainnya. Menurut dia, kualitas jenis BBM akan berpengaruh besar performa dan mesin kendaraan. “Perbedaan kualitas premium dengan BBM lain kan cukup signifikan. Untuk motor saya pakai pertamax,” kata Akbar.

Alimuddin, pengemudi gojek online yang tinggal di kawasan Ciledug,Tangerang Selatan, mengaku memilih pertalite dan pertamax untuk kendaraan mio yang digunakannya. Setiap hari dia membeli rata-rata Rp 30 ribu untuk bahan bakar khusus dari Pertamina.  “Setiap minggu saya beli lima hari pertalite, dua hari lainnya pertamax.Ini untuk menguras tanki motor. Mesin jadi tokcer. Tarikannya kenceng,”ujarnya.

Secara terpisah, Iwan Permata Iljas, Director Operation FinanceDanone-Aqua, menilai pergesaran pola konsumsi BBM masyarakat saat ini dari premium ke pertalite merupakan indikasi yang baik, meskipun hal ini dipengaruhi selisih harga jual yang berbeda tipis. Iwan mengaku biasa mengguna pertamax karena mempunyai kadar oktan tinggi menyakini kesadaran masyarakat terhadap BBM berkualitas akan meningkat. “Berangsur akan menuju kesana, terutama masyarakat perkotaan,” tukas Iwan.

Peningkatan konsumsi pertalite dan pertamax diakui Sunar, pengawas SPBU34-17138, Cakung. Peningkatan konsumsi terutama terlihat setelah harga pertalite turun signifikan dibanding pada awal peluncurannya. Saat ini Pertamina masih membanderol pertalite Rp8.400 per liter. “Jadi memang konsumsi pertalite naik karena sekarang selisih harganya juga sedikit,” kata dia.

Menurut Sunar, selain harga penambahan nozzle pertalite dan pengurangan nozzle premium ikut berpengaruh terhadap pola konsumsi BBM. Beralihnya pengguna premium ke pertalite tidak hanya didominasi pengguna kendaraan roda dua, namunjuga kendaraan roda empat. “Tidak hanya mobil pribadi, angkot bahkan sekarang banyak yang beralih ke pertalite. Jadi penjualan (premium-pertalite/pertamax) memang hampir sama sekarang,” kata dia.

Sunar mengungkapkan seiring perubahan pola konsumsi tersebut permintaan pasokan BBM ke Pertamina juga berubah. Jika sebelumnya permintaan pertalite hanyadilakukan setiap tiga hari untuk kapasitas 8 ribu liter, saat ini permintaan yang diajukan setiap hari.  “Kalau sekarang kirim satu mobil sehari. Untuk premium dulunya bisa 32 ribuliter untuk dua hari, sekarang sehari paling kita minta sekali kirim jadi cuma 8 ribu liter,” kata Sunar.

Pernyataan Sunar senada dengan data penyaluran BBM pada periode Agustus 2016 yang sebelumnya dirilis Pertamina. Pertalite saat ini telah mengambil porsi sebesar 20,5% dari total konsumsi BBM dengan capaian sebesar 20 ribu kiloliter(kl) per hari atau naik 462% dari konsumsi Januari 2016 sebanyak 4.500 kl.

Kenaikan konsumsi juga dialami pertamax, mencapai 15,8% dengan penyerapan sekitar 15 ribu kl per hari atau naik 226% dari konsumsi pada Januari 2016 yakni 5.000 kl. Sementara itu, penyaluran BBM jenis premium turun 13% dari 70 ribu kl perhari pada awal 2016 menjadi 56 ribu kl atau 63,4% dari total konsumsi BBM. (RA/RI)