JAKARTA – Inpex Corporation menegaskan Pre Front End Engineering Desain (FEED) Blok Masela belum dilakukan karena masih ada beberapa poin yang belum tuntas dibahas dengan pemerintah Indonesia.

“Kita mau duduk lagi membahas satu lagi pembahasan sebelum Pre FEED benar-benar dilakukan, sehingga hasil Pre FEED juga bisa diterima semua pihak,” ujar Usman Slamet, Senior Manager Communication Inpex, Kamis (4/5).

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya memberikan ultimatum Inpex jika terlalu lama melaksanakan Pre FEED. Bahkan Ignasius Jonan, Menteri ESDM, berencana mencabut kontrak pengelola Blok Masela Inpex.

Menurut Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, Pre FEED yang diminta pemerintah tidak kunjung direalisasikan karena Inpex ingin melaksanakan dalam dua tahap. Masalahnya, hal itu tidak sesuai dengan kaidah ilmu perminyakan dan akan membuat proses persiapan pengeboran kembali menjadi lebih lama.

“Tidak ada itu ada Pre FEED sebelum Pre FEED, kita (pemerintah) simple saja minta Pre FEED dilaksanakan keseluruhan, tidak dibagi-bagi seperti itu,” kata Arcandra saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Rabu malam (4/5).

Pre FEED dilakukan sebagai salah satu tahap sebelum Inpex mengajukan revisi rencana pengembangan (plan of development/PoD) Blok Masela. Inpex mengajukan mekanisme Pre FEED yang berbeda untuk lebih dulu menentukan opsi baru kemudian dilakukan Pre FEED secara keseluruhan.

Dalam Pre FEED ada beberapa opsi yang akan ditetapkan terkait kapasitas produksi dan alokasi gas untuk kebutuhan Indonesia serta di wilayah mana fasilitas pengolaham gas akan dibangun.

Sejauh ini ada dua opsi kapasitas yang masih diperdebatkan antara pemerintah dan kontraktor. Opsi pertama adalah kapasitas produksi sebesar 7,5 MTPA diperuntukan untuk gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) untuk ekspor dan ditambah 474 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) yang ditujukan untuk penggunaan di dalam negeri.

Opsi kedua yang diajukan Inpex sebanyak 9,5 MTPA gas diproduksikan menjadi LNG lalu di ekspor. Serta 150 MMSCFD untuk memenuhi kebutuhan gas nasional. “Kita boleh dong minta dikaji juga 474 MMSCFD untuk kepentingan nasional,” tukas Arcandra.

Menurut Arcandra, industri nasional akan siap menyerap gas Masela. Apalagi saat gas mulai menyembur sekitar 2025, kebutuhan gas nasional juga akan meningkat. “Mereka lakukan Pre FEED kita akan carikan buyer gasnya,” kata dia.

Untuk opsi wilayah terdapat dua pilihan wilayah yang minta dikaji yakni Pulau Yamdena dan Pulau Aru. Untuk Yamdena sendiri dipastikan akan memiliki tantangan lebih besar, karena meskipun jaraknya dekat dengan sumber gas atau sekitar 100 kilometer (km), namun terdapat palung laut yang dalam. Untuk pulau Aru dengan jarak lebih jauh 600 km, namun tekstur tanah lebih stabil alias tidak ada palung.

“Yamdena silahkan saja tapi challenge-nya di teknologi, kalau pulau Aru kan simple saja tinggal lurus,” kata Arcandra.(RI)