PANGKALPINANG – Kegiatan pengeboran sumur ilegal (illegal drilling) tanpa izin dari instansi terkait yang mewakili pemerintah/negara, masih marak terjadi. Pengelolaan dilakukan oleh perorangan, sekelompok orang tanpa ada kontrak kejasama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) atau tanpa izin dari negara. Hasil produksinya, dimanfaatkan oleh pengelola sumur ilegal untuk kepentingannnya sendiri.

“Illegal drilling masih marak terjadi. Yang jadi pembenaran ini menjadi penopang hidup masyarakat tanpa memperhatikan aspek keselamatan. Ada dampak kerusakan yang luar biasa baik korban jiwa maupun lingkungan, tapi tidak menghentikan kegiatannya,” ungkap Anggono Mahendrawan Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel, dalam acara Local Media Briefing SKK Migas bersama Wartawan Media Nasional , Wartawan Daerah, Forum Jurnalis Migas Sumsel dan Jambi, di Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung, Jumat (5/11).

Anggono menjelaskan, ada wacana revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM 2021 No 01 tahun 2008 mengenai pedoman pengusahaan pertambangan minyak bumi pada sumur tua minyak oleh masyarakat dan relaksasi.

Ia mengatakan wacana tersebut tidak seirama dengan kebijakan penghentian illegal drilling, karena kegiatan pengeboran sumur ilegal tidak memenuhi kaidah teknik semestinya. “Apakah masyarakat sekitar hanya menjadi korban eksploitasi dari cukong, dan mereka mendapat imbas dari kegiatannya. Manfaat yang diterima apakah seimbang dengan dampak yang ditimbulkan?” kata Anggono.

Anggono menekankan perlunya menggali secara menyeluruh terkait kegiatan illegal driling. Berkaitan dengan maraknya kegiatan ilegal driling di Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) khususnya di Jambi serta Sumatera Selatan (Sumsel), SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) diminta oleh pemerintah untuk turut membantu.
Ia mengaku mengalami kesulitan karena pengeboran illegal driling tidak mengikuti kaidah teknik yang berlaku.
“Kegiatan ini menurunkan minat investasi. Illegal driling tidak menimbulkan kontribusi yang jelas, jangankan pusat, daerah juga tidak terlihat dampak yang nyata. Penting untuk gandeng mitra untuk sebarkan informasi yang benar terkait illegal driling di Sumbagsel,” ujar Anggono.

Andie Arie P, Kadep Humas SKK Migas Sumbagsel, menyampaikan sektor hulu migas turut memberikan kontribusi bagi daerah sekitarnya. Tentunya hal ini bekerjasama dengan Pemda setempat.
Kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan illegal drilling tidak hanya aspek ekonomi, sosial, namun juga aspek hukum karena merusak lingkungan secara masif.
“Praktik illegal driling dilakukan seadanya tanpa memperhatikan resiko yang ditimbulkan. Penanganan pencemaran yang ditimbulkan akibat illegal driling membutuhkan biaya besar. Beban bagi pemerintah, SKK Migas,” ujar Andi Arie.

Beni Bastiawan, Kasubdit Penanangan Pengaduan Lingkungan Hidup Kementerian LHK, menegaskan bahwa pelanggaran yang berdampak pada kesehatan, keselamatan orang, dan lingkungan (K2L) ancamannya pidana. Dalam hal ini, perlu sinergi antara Kementerian ESDM dan KLHK terkait illegal drilling, dampak pencemaran terhadap air dan tanah.

“Turut merusak ekosistem hutan.
Di KLHK tidak ada pilihan persuasif, karena konteksnya perusakan lingkungan. Posisi kita tetap ke sangsi administrasi, sampai pidana,” ujar Beni.(RA)