JAKARTA – Keberhasilan yang diklaim pemerintah dalam negosiasi dengan Freeport-McMoRan Inc dianggap  berlebihan. Faktanya seperti dinyatakan Freeport dan Rio Tinto, ternyata head of agreement (HoA) pada 12 Juli 2018 hanya dianggap sebagai kesepakatan yang masih jauh dari definitif, bukan perjanjian yang mengikat.

“Kesepakatan penjualan saham belumlah menjadi suatu “done deal”,  masih banyak isu-isu besar yang harus diselesaikan, dan tidak ada kepastian suatu transaksi akan dapat diselesaikan,” kata Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies di Jakarta, Kamis (26/7)

Freeport-McMoRan dalam laporannya, Rabu (25/7), menyatakan telah menandatangani kesepakatan dengan BUMN Indonesia, PT Indonesia  Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum dan mitra usaha Freeport, Rio Tinto. Berdasarkan ketentuan perjanjian yang tidak mengikat, Inalum akan mengakuisisi seluruh hak partisipasi Rio Tinto di Freeport Indonesia dan seluruh penguasaan Freeport-McMoRan di PT Indocopper  Investama yang menguasai 9,36% saham Freeport Indonesia. Total nilai transaksi tersebut mencapai US$3,85 miliar.

Menurut Marwan, upaya pemerintah sejauh ini yang demikian intensif bernegosiasi dengan Freeport untuk mencapai kesepakatan kontrak atau kerja sama eksploitasi tambang Grasberg di Timika, Papua perlu dihargai. Namun bukan berarti kesepakatan tersebut harus dicapai “at any cost”, dengan mengorbankan kepentingan negara, serta jauh dari prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan.

“Apalagi jika harus melanggar sekian banyak undang-undang dan mengabaikan pula kedaulatan negara, merendahkan martabat bangsa dan mengabaikan amanat konstitusi,” kata dia.

Menurut Marwan, apa yang telah dicapai pemerintah melalui HoA  adalah kesepakatan yang bersifat “win-lose”: Freeport mendapatkan terlalu banyak hal-hal yang diinginkan, sementara Indonesia mendapat hal-hal jauh di bawah amanat konstitusi, perintah undang-undang dan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan.

“Kami meminta agar HoA tersebut dibatalkan. Seiring dengan itu, jika harus terjadi, kita perlu segera mempersiapkan diri untuk menghadapi gugatan Freeport di arbitrase internasional,” kata Marwan.(RA)