TAPANULI SELATAN – Setelah berkunjung dan meneliti karakterisitik batuan di Tambang Emas Martabe, Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI) menyimpulkan areal pertambangan yang dikelola G-Resources itu mengandung mineral sistem sulfidasi tinggi.
Ketua MGEI, Bronto Sutopo mengatakan, karakteristik batuan mineral yang terdapat di Tambang Emas Martabe mengandung bahan galian mineral dengan sistem high sulphidation (sulfidasi tinggi). Dengan demikian, ujarnya, dapat dikatakan Tambang Emas Martabe adalah tambang emas kelas dunia.
“Di Indonesia belum banyak ditemukan batuan mineral high sulphidation seperti yang ditemukan di Tambang Emas Martabe. Kalau pun ada di lokasi lain, belum ditambang seperti di Tambang Emas Martabe. Jadi ini yang pertama di Indonesia dan berkelas dunia,” ujar Bronto yang mengunjungi tambang itu pada pertengahan bulan lalu.
Tambang Emas Martabe terletak di sisi barat pulau Sumatera, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Luasnya mencapai 1.639 Km2, dibawah Kontrak Karya generasi keenam yang ditandatangani pada April 1997.
Saat ini, sumber daya Tambang Emas Martabe mencapai 8,05 juta ounces (oz) emas dan 77 juta oz perak, dan telah berproduksi sejak awal 2013 dengan kapasitas per tahun sebesar 250.000 oz emas dan 2-3 juta oz perak berbiaya rendah.
Pemegang saham Tambang Emas Martabe adalah G-Resources Group Ltd sebesar 95 persen, dan pemegang 5 persen saham lainnya adalah PT Artha Nugraha Agung, yang 70 persen sahamnya dimiliki Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan 30 persen dimiliki Pemerintah Provinsi Sumatra Utara.
Dua ribu orang saat ini bekerja di Tambang Emas Martabe, yang 70 persennya direkrut dari masyarakat di empat belas desa di sekitar tambang. Produk tambang ini berupa batangan emas bercampur perak, yang dimurnikan di PT Logam Mulia Jakarta sebelum kemudian dipasarkan.
Temuan Baru Setelah 30 Tahun
Bronto Sutopo mengakui, Tambang Emas Martabe merupakan kebanggaan bagi mayarakat Sumatera Utara. “Tambang ini merupakan tambang emas yang pertama beroperasi di Indonesia, setelah 25-30 tahun tidak ada temuan-temuan baru bahan galian mineral yang berlanjut ke tahap operasi”, jelasnya.
Saat mengunjungi tambang itu, turut bersama MGEI sebanyak 60 mahasiswa dari Institut Teknologi Medan (ITM), Institut Sains TD Pardede (ISTP), dan Universitas Sumatera Utara (USU). Mereka mengunjungi lokasi penambangan Pit-1, pabrik pengolahan, dan lokasi pengumpulan batuan hasil eksplorasi (coreshed).
“Batuan mineral di setiap lokasi tambang berbeda-beda, sehingga kunjungan ke Tambang Emas Martabe sangat besar artinya bagi para mahasiswa. Mereka menjadi semakin kaya akan pengetahuan tentang karakteristik batuan mineral, penambangan, dan aspek lainnya”, tambah Bronto.
(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)
Komentar Terbaru