JAKARTA – Penghapusan kewajiban penyalur bahan bakar minyak (BBM) dan LPG untuk memiliki Surat Keterangan Penyalur (SKP) dinilai tidak berdampak signifikan terhadap bisnis SPBU maupun SPBE. Pasalnya SKP pada dasarnya diurus Badan Usaha Pemegang Izin Niaga Umum bukan secara langsung diurus pemilik SPBU atau SPBE atau agen LPG.

Selain itu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 tahun 2018 tentang kegiatan penyalur BBM, BBG dan LPG yang baru terbit juga bisa diartikan sebagai kebijakan membuka pintu bagi investor untuk berinvestasi membangun SPBU seharusnya diikuti dengan peraturan atau ketentuan yang terkait dengan ketahanan energi. Salah satunya kewajiban membangun dan memiliki sendiri storage tank atau tempat penimbunan BBM pada daerah yang dibangun SPBU.

“Pemerintah harus ketat mewajibkan  investor menjamin ketersediaan BBM untuk jangka waktu minimal sama yang telah dibuktikan Pertamina. Ini adalah wujud dari kebijakan pemerintah menjamin ketersediaan dan ketahanan energi nasional dan daerah,” kata Sofyano Zakaria, Direktur Eksekutif Pusat Kebijakan Publik (Puskepi) kepada Dunia Energi, Senin (26/3).

Pemerintah melalui Permen ESDM  No 13/2018 berupaya merangsang investasi pembangunan SPBU dan juga SPBG serta agen LPG sehingga jumlahnya bisa sesuai dengan jumlah penduduk yang tersebar di berbagai wilayah, termasuk wilayah pedalaman.

Dalam beleid tersebut terdapat pemangkasan syarat atau proses perizinan pendirian lembaga penyalur baru yang tidak lagi harus mengurus perizinan seperti Surat Keterangan Penyalur (SKP) di Ditjen Migas Kementerian ESDM. Pelaku usaha bisa langsung mengurus beberapa persyaratan ke badan usaha yang memiliki Izin Usaha Niaga Umum (IUNU).

Dalam beleid baru pemerintah, para calon investor yang ingin mendirikan SPBU, SPBG maupun agen LPG tidak perlu lagi mengurus perizinan melalui Kementerian ESDM.

Calon penyalur BBM, BBG maupun LPG hanya wajib dilaporkan  diantaranya adalah nama penyalur, akta pendirian, tanda daftar perusahaan (TDP), nomor pokok wajib pajak penyalur, komisaris dan direksi, surat perjanjian kerja sama penyalur, dokumen keselamatan sesuai dengan ketentuan perundangan kepada badan usaha yang tekah memiliki IUNU.

Menurut Sofyano, melihat rasio jumlah SPBU dengan jumlah kendaraan dan masyarakat, pemerintah seharusnya tidak memberi ruang lagi bagi pemain baru untuk membangun SPBU di Pulau Jawa , Madura dan Bali (Jamali) tetapi khusus untuk luar Jamali saja.

Pemerataan sebaran SPBU bisa dilakukan dengan menetapkan rencana sebaran SPBU tersebut pada setiap daerah wajib ditaati para investor.

“Hal ini sekaligus untuk menghindari jangan sampai investor swasta hanya mau berinvestasi pada daerah yang menguntungkan saja dan pada akhirnya Badan Usaha Milik Negara seperti PT Pertamina (Persero)  dipaksa membangun SPBU pada wilayah kering,” tandas Sofyano.(RI)