JAKARTA – Tidak kunjung beroperasinya smelter Feronikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Halmahers Timur mengundang berbagai pertanyaaan, terlebih ketika ada informasi Antam lebih memilih menggelar kembali tender pengadaan pembangkit listrik dibanding melanjutkan kerja sama dengan PT PLN (Persero).

Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI),  mengatakan dengan kondisi fisik pembangunan yang sudah mencapai 97,98%, smelter harusnya saat ini sudah berjalan.  Anehnya, proyek yang rencananya sinergi dengan PLN justru tidak terealisasi.

“Ini pasti terjadi kesalahan fatal dalam perencanaannya maupun pelaksanaan. Harusnya berbarengan, bangun smelter juga bangun pembangkit listriknya. Ini aib besar buat Antam,” kata Yusri (12/4).

Berdasarkan informasi yang diterima Dunia Energi, PLN sudah berkirim surat kepada Antam tetanggal 23 Juli 2020. Dalam surat yang ditandatangani Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan Bob Saril, PLN sudah menawarkan harga sebesar Rp595,65 per kilo watt per hour (kwh).

Namun sampai saat ini surat tersebut belum mendapat balasan dari PT Antam dan Antam dikerahui sekarang justru menggelar tender pengadaan listrik untuk smelter.

“Tidak ada respons Antam membalas surat dari PLN menunjukkan sinergi antar-perusahaan pelat merah tidak berjalan. Sinergi hanya sebatas di atas kertas. Hanya sebatas Permen, faktanya di lapangan tak berjalan,” kata Yusri.

Belum adanya respon dari Antam membalas surat dari PLN mengundang kecurigaan.

“Di surat tertulis soal harga. Harusnya PT Antam menjawab surat dari PT PLN itu. Apakah harga yang ditawarkan kemahalan? Kalau kemahalan, lakukan negosiasi. Harusnya saling berargumentasi kenapa harga per kwh-nya sekian. Nggak usah berlama-lama merespons suratnya,” ucap Yusri.

Tender lelang pengadaan power plant telah digelar sejak 2017. Namun belakangan terungkap kalau proses tender itu berbelit-belit.

Alih-alih memberi tanggapan kepada PLN, Antam justru membuka tender baru. Ironisnya, Antam justru menggandeng pihak ketiga atau swasta sebagai procurement agent.

Jika Antam melakukan tender ulang, dan pemenangnya mengantongi harga lebih besar dari yang ditawarkan PLN, Yusri mengatakan, hal itu semakin menguatkan indikasi adanya praktek curang.

“Ini yang semakin mengundang kecurigaan. Kenapa PT Antam menggandeng swasta. Saya tidak menuduh, tapi ada rahasia umum kalau dengan swasta ada titipan fee. Saya menduga menggandeng swasta ini cuma persoalan praktek-pratek curang untuk mengambil fee. Ada titipan, ada mark up. Itu hanya bisa dilakukan kalau dengan pihak swasta,” kata Yusri.

Smelter feronikel Antam seharusnya beroperasi (Commissioning Operation Date/COD) pada 2019.  Pembangkit listrik smelter dibangun dengan menggunakan skema suplai pasokan listrik bridging power plant IPP (pembelian listrik ke pihak ke III) yang dibangun PT BGP dan harusnya selesai pada Juli 2019. Hanya saja perusahaan tersebut gagal menyediakan listrik yang dibutuhkan lantaran ada masalah keuangan.

Pembangunan smelter feronikel Antam menjadi sorotan lantaran tidak kunjung beroperasi. Padahal konstruksi pabrik sudah selesai sejak tahun lalu. Masalah utamanya adalah tidak ada pasokan listrik yang mengalir untuk menghidupi mesin-mesin pabrik smelter. Kerugian negara pun di depan mata lantaran ada Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp3,5 triliun yang digelontorkan untuk proyek hilirisasi mineral tersebut.(RI)