JAKARTA– Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), selaku supervisor dan koordinator kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), menyatakan kegiatan penyerobotan dan pengeboran sumur milik negara yang dikelola Pertamina EP Asset 1 Field Ramba (unit operasional PT Pertamina EP)di Mangunjaya, Kecamatan Babattoman, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan adalah kegiatan ilegal. Karena melanggar Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, segala tuntutan dari penambang liar kepada KKKS yang dipercaya mengelola wilayah kerja tersebut agar diberi kompensasi atau ganti rugi adalah tidak sesuai logika.

“Kata kuncinya sumur Pertamina diserobot. Logikanya, ya tidak ada ganti rugi. Seharusnya penyerobot dihukum,” ujar Tirat Sambu Ichtijar, Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel kepada Dunia-Energi, Jumat (15/12).

Namun, menurut Tirat, SKK Migas dan Pertamina EP Asset 1 Field Ramba, mendukung anjuran Pemerintah Kabupaten Muba dan Kepolisian Resor Muba untuk tidak dilakukan penangkapan terhadap penyerobot sumur. Hal ini demi mencegah konflik sosial.

“Secara penugasan, penutupan 17 sumur dan tiga sumur yang dibuka kembali (oleh penambang liar) telah selesai dilakukan. Langkah selanjutnya akan dibicarakan dalam rapat di Muba,” jelas Tirat.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Selasa, 21 November 2017 dilakukan penertiban 20 sumur minyak milik negara di wilayah kerja Pertamina EP Asset 1 Field Ramba oleh Subtim Terpadu bentukan Gubernur Sumsel Alex Noerdin yang dipimpin oleh Kapolres Muba AKBP Rahmat Hakim. Penutupan sumur dilakukan oleh petugas dari Pertamina EP Asset 1 Field Ramba didampingi wakil dari SKK Migas Sumbagsel dan dijaga aparat kepolisian dan Kodim Muba.

Namun, proses penutupan sumur di Mangunjaya itu mendapat tentangan dari sejumlah oknum penambang liar saat subtim terpadu hendak merobohkan stagger, alat bantu untuk mengebor sumur. Mereka menghendaki stagger tak dirobohkan dan meminta legalisasi atas kegiatan tersebut. Bahkan, beberapa oknum penambang liar menuntut ganti rugi atas penutupan sumur karena mereka mengklaim telah keluar uang cukup besar untuk menyiapkan alat mengebor di sumur milik negara tersebut.

Agus Amperianto, Manajer Pertamina EP Asset 1 Field Ramba, juga menyatakan bahwa Pertamina EP tidak akan mengeluarkan kompensasi bagi penambang liar. Selain menyerobot dan mengebor sumur secara ilegal pada aset milik negara, dari sisi operasional kegiatan tersebut melanggar UU Migas dan dari perspektif lingkungan aktivitas penambang liar melanggar UU Lingkungan Hidup. “Ini kan wilayah obvitas, perlu penegakan hukum,” katanya.

Satya W Yudha, Wakil Ketua Komisi Energi (VII) DPR, sebelumnya menjelaskan, Pertamina EP tidak perlu mengeluarkan dana apabila ada tuntutan ganti rugi yang diminta penambang liar yang menyerobot sumur minyak milik negara di wilayah kerja Pertamina EP.

“Namanya juga ilegal, aktivitas itu liar. Pertamina atau KKKS lain tak boleh mengeluarkan dana untuk kegiatan ilegal. Yang diperlukan adalah sosialisasi kegiatan penyerobotan dan pengeboran sumur minyak. Itu tugas semuanya, terutama pemerintah dan SKK Migas serta KKKS,” ujar Satya di Jakarta, Rabu (13/12) lalu.

Menurut Satya, migas adalah domain pemerintah pusat. Karena itu, segala aktivitasnya, termasuk pengeboran, dilakukan oleh otoritas yang ditunjuk pemerintah pusat, yaitu KKKS. Apabila masyarakat kemudian mengebor, apalagi menyerobot sumur minyak yang ada di wilayah kerja KKKS tanpa persetujuan pemerintah pusat, aktivitas tersebut adalah ilegal.

Hakim Nasution, pengamat dan praktisi hukum migas, menambahkan pemerintah harus konsisten dalam menerapkan Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Salah satu klausul dalam UU Migas adalah kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah (SKK Migas). KKKS yang mengalami persoalan dengan penyerobotan sumur oleh penambang liar terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, khususnya dengan pihak aparat

Hakim juga sepakat dengan pernyataan Satya Yudha yang meminta Pertamina tidak perlu memenuhi tuntutan penambang liar yang meminta kompensasi. “Jika tuntutan dipenuhi akan menciptakan preseden buruk dan akan memberikan pesan yang salah kepada para pelanggar lainnya,” kata dia. (DR)