JAKARTA – Indonesia Battery Corporation (IBC) optimistis sudah mulai bisa memproduksi baterai untuk kendaraan dua tahun dari sekarang atau tahun 2024. Sebagai tahap awal baterai yang diproduksi akan diprioritaskan untuk menyasar konsumen kendaraan listrik roda dua. Meski beterai untuk kendaraan roda empat juga akan diproduksi.

Toto Nugroho Direktur Utama IBC, mengungkapkan kapasitas produksi baterai pada tahun 2024 akan mencapai 10 gigawatt hour (GWh) untuk memenuhi kebutuhan baterai listrik untuk sekitar 100 ribuan mobil listrik dan sekitar empat juta motor listrik.

“Time frame yang penting dari segi baterai 2024 kita diproduksikan sudah mendapatkan 10 GW untuk EV ini yang didapatkan dari baterai yang diproduksi dari pabrik yang diresmikan Presiden di Karawang. Dari 10 GWh ini cukup signifikan karena dapat menghasilkan cukup hampir 3-4 juta two wheels ev (Motor Listrik) dan sekitar hampir 100 ribu roda empat (Mobil Listrik),” ungkap Toto disela rapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (12/9).

Meskipun sudah bisa memproduksi baterai pada tahun 2024, namun IBC masih harus melakukan impor bahan bakunya karena ada komponen yang belum bisa diproduksi di dalam negeri. Namun Toto menjamin kondisi itu tidak akan lama karena paling lama tahun 2026 bahan baku di dalam negeri sudah akan tersedia.

“Yang paling penting 2025-2026, bahwa di situlah kita akan mendaptakan baterai EV yang dipropuksikan secara masal dari nikel Indonesia. Jadi kalau kita lihat 2024 itu bahan baku harus masih impor karena belum dididapatkan dari Indonesia, tapi 2025-2026 end to end,” jelas Toto.

Menurut Toto jika melihat perkembangan mobil listrik secara global, Indonesia sudah berada di jalur yang tepat untuk ikut ambil bagian. Dia menjelaskan per tahun diproyeksikan penggunaan mobil listrik mengalami kenaikan 15-20%. Hingga 2024 mendatang, paling tidak kapasitas baterai akan mencapai 1000 GWh.

“Itu setara dengan hampir 4,5 – 5 juta kendaran baru EV. Sebenarnya EV ini pasar utama ada di tiga tempat yakni di AS, Eropa dan Asean. Jadi ini kondisi seluruh dunia karena hampir seluruh dunia melakukan phase out kendaraan BBM , peningkatan ini terjadi secara signifikan,” kata dia.

Toto mengatakan melalui ekosistem kendaraan listrik ini jelas akan ada pengurangan emisi gas rumah kaca. Diperkirakan emisi yang bisa ditekan mencapai 9 juta metrik ton. Selain itu juga akan bisa kurangi impor bahan bakar sebesar 29,4 juta barel per tahun.

“Karena kita konversi dari penggunaan BBM. Jadi angka ini signifikan. Ini penting selain dari hilirisasi nikel tapi juga transisi energi dan juga lingkungan dampaknya signifikan,” ungkap Toto. (RI)