JAKARTA – Saat ini satu-satunya proyek Migas Non Konvensional (MNK) yang paling menunjukkan titik cerah adalah proyek di blok Rokan. Namun demikian pemerintah ternyata masih memiliki ambisi agar potensi MNK bisa digarap di wilayah lain.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat ada 11 blok MNK yang dikembalikan ke pemerintah lantaran dinilai oleh para pelaku usaha tidak prospektif. Pemerintah tidak tinggal diam dan akan melakukan kajian lanjutan untuk mendapatkan data-data terbaru dan lebih lengkap sehingga blok MNK tersebut jadi lebih menarik untuk ditawarkan kembali ke pelaku usaha.

Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian ESDM, menjelaskan berdasarkan pengalamannya, perhitungan tiap geologis akan berbeda-beda. Perhitungan seorang geologis sebelumnya tidak ada secara konseptual dari segi petrol sistem tapi di sisi yang lain bisa mengatakan ini masih prospektif.

“Bisa berbalik dikatakan tidak ada, tapi bisa juga besar. Masih perlu kita tunggu bagaimana tambahan data dari tim subservicenya melakukan kajian,” jelas Tutuka dalam keterangannya dikutip Rabu (25/10).

Dia berharap setelah dilakukan lagi kajian data oleh ahli yang memilki sisi pandang berbeda, dilelang lagi mampu menambah produksi migas nasional di kemudian hari.

“Terminasi ini harapannya dikerjakan kembali dengan tenaga yang baru, expert yang dari sisi pandang yang berbeda dengan tambahan data. Nah, kami sangat berharap ini bisa menambah produksi di kemudian hari,” kata Tutuka.

Baru-baru ini terungkap bahwa pemerintah menerima pengembalian 50 blok migas baik yang telah memasuki masa terminasi atau dikembalikan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Dari 50 blok migas tersebut ada 11 blok MNK.

“Dari 50 blok terminasi, sebetulnya ada 11 unconvensional atau minyak non konvensional yang kita kenal dengan shale gas oil atau yang sekarang lebih banyak itu sebenarnya yang Coal bed Methane (CBM) yang sudah lama dikembangkan,” ujar Tutuka.

Pemanfaatan shale gas oil sendiri memerlukan teknologi khusus berupa seperti fracking atau fracturing, yang mahal dan menimbulkan risiko. Namun komoditas minyak ini yang membuat Amerika Serikat berubah dari importir minyak terbesar menjadi eksportir.

CBM atau gas metana sendiri merupakan sumber energi yang efisien dan bersih yang tersebar di Indonesia dan prospek untuk dikembangkan secara ekonomis. Nilai kalor metana murni adalah 35,9 MJ/m3, yang setara dengan nilai kalor dari 1,2 kg batubara standar, sehingga manfaat dari sumber energi CBM digunakan tidak hanya mengurangi risiko produksi batubara, tetapi juga memperoleh energi bersih dan mengurangi pencemaran lingkungan. (RI)