JAKARTA – PT PLN (Persero) tidak lagi menerima kontrak baru untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara. Kebijakan perusahaan setrum pelat merah ini jadi salah satu inisiatif dalam mendorong transisi energi di tanah air.

Kamia Handayani, Executive Vice President Transisi Energi dan Keberlanjutan PLN, mengatakan dalam mendorong program transisi energi, sebagai ganti tidak lagi menerima kontrak PLTU, PLN mulai membangun pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Selain itu, untuk jangka panjang, PLN perlu melakukan interkoneksi jaringan listrik khususnya antara pulau Jawa sebagai pusat demand listrik dengan pulau-pulau lain.

“Untuk mewujudkan NZE, strategi besarnya adalah shifting away,  dari pembangkit berbahan fosil menjadi pembangkit EBT. Untuk jangka panjang, jika pembangkit EBT digunakan dalam skala besar, maka dibutuhkan teknologi pendukungnya seperti baterry energy storage system (BESS) dan interkoneksi antar pulau,” jelas Kamia, Jumat (16/12).

Selain itu kata Kamia, PLN juga mendorong penggunaan kendaraan listrik lewat penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU).

Saat ini melalui aplikasi PLN Mobile telah dikembangkan fitur Electric Vehicle Digital Services (EVDS). Aplikasi ini diluncurkan agar memberi kemudahan layanan bagi pemilik Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Melalui fitur ini pelanggan PLN dapat mengetahui lokasi stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) terdekat. Selain itu, EVDS bisa mengontrol dan memonitor proses pengisian baterai mobil di SPKLU.

“Sudah dilakukan berbagai kolaborasi, ada lebih dari 240 charging station yang saat ini sudah masuk ke dalam EVDS. Ini suatu aplikasi yang PLN bangun agar masyarakat bisa mengetahui titik-titik SPKLU dan ketika melakukan transaksi pembelian listrik juga bisa dilakukan melalui aplikasi tersebut,” kata Kamia.

Pahala N Mansury, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menuturkan transisi energi menuju net zero emission di 2060 bukan hanya menjadi tantangan semata tapi juga harus ditangkap sebagai peluang.

Atas dasar itu, Kementerian BUMN melakukan beberapa inisiatif agar perusahaan negara bisa menangkap peluang transisi energi tersebut.

Pemerintah mendorong perusahaan BUMN untuk mengurangi emisi karbon. Sebagai contoh adalah pada PT PLN (Persero) bisa melakukan co-firing atau menggunakan biomassa untuk digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listriknya.

“PTPN dan Perhutani menghasilkan biomassanya, PLN menggunakan biomassanya. Jadi memang harus bersama-sama enggak bisa kita lakukan sendiri-sendiri,” kata Pahala.

Selanjutnya adalah dengan membangun bisnis baru yang relevan dengan program transisi energi. Sebagai contohnya adalah pengembangan baterai EV terintegrasi termasuk penyediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).

PLN juga mengeksplorasi peluang dari sumber daya yang dimiliki. Misalnya adalah pengembangan energi angin atau hidro yang bisa dilakukan oleh PT PLN.

“Kita jangan melihat peningkatan kebutuhan energi dan membangun green economy sebagai tantangan saja. Ini juga harus menjadi opportunity. Khususnya adalah buat Indonesia. Jadi, ada beberapa beberapa inisiatif yang kita kelompokan dan masing-masing BUMN harus bisa melaksanakan inisiatif tersebut,” jelas Pahala.  (RI)