JAKARTA– PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, sukses meraih kinerja keuangan positif sepanjang semester I 2019 dengan pertumbuhan laba bersih sebesar 112% menjadi US$ 660 juta dari US$ 311 juta (year-on-year). Sektor hulu Pertamina masih jadi andalan perusahaan meraih untung.

Pahala N Mansury, Direktur Keuangan Pertamina, menjelaskan sebagai entitas bisnis migas Pertamina memiliki dua sektor utama dalam lini bisnisnya yakni hulu dan hilir kendati tetap merupakan integrated oil and gas company.

“Memang kami bisa bilang bahwa namanya upstream revenue sekitar 12% sementara downstream dan lainnya 85% revenuenya. Kontribusi straight memang upstream kontribusi 80an%, lain 20%,” kata Pahala di Jakarta, Senin (26/8).

Selain dari sektor hulu, kontribusi terbesar positif kinerja keuangan juga disumbang oleh efisiensi diantaranya dari sisi kontrak, procurement yang direnegosiasi sehingga penghematan yang didapat juga langsung dirasakan oleh beban pokok penjualan.

Sepanjang Januari-Juni 2019, beban pokok penjualan atau COGS persero memang terbilang positif karena mampu turun sebesar 6% dari posisi sepanjang semester I 2018 sebesar US$ 20 miliar menjadi US$ 18,71 miliar.

Selain karena efisiensi, faktor eksternal harga minyak dunia sebenarnya juga menjadi pendukung kinerja keuangan. Meskipun dari sisi pendapatan turunn karena Indonesia Crude Price (ICP) yang turun, dari sisi beban penjualan justru kondisi turunnya ICP menurunkan beban pokok penjualan. “Rata-rata ICP pada semester I 2018 sekitar US$66 per barel, sementara pada semester I tahun ini sekitar US$63 per barel,” ujarnya.

Penurunan ICP ini penting karena sampai sekarang Pertamina masih membeli sebagian crude oil atau minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan.

Data Pertamina yang diperoleh Dunia Energi menunjukkan, sepanjang semester I 2019 pengadaan minyak mentah dari luar negeri atau yang diimpor mencapai 41 juta barel sementara pada tahun lalu dalam periode yang sama sebesar 68 juta barel.

“Impor crude memang saat ini dengan sudah dilakukannya pembelian crude domestik yang diberikan kepada kilang dalam negeri termasuk kilang pertamina first right. Sudah dilakukannya pembelian dari KKKS, untuk dalam negeri, itu total pembelian crude impor volumenya menurun sepertiganya. Penurunannya 40% lah,” jelas Pahala.

Sementara hingga akhir Juli 2019, total kesepakatan pembelian minyak mentah dan kondensat dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mencapai 123,6 MBCD.

Untuk produksi minyak realisasinya sebesar 413 ribu barel per hari (bph) dari target sebesar 414 ribu bph. Sementara produksi gas sebesar 2.856 juta kaki kubik per hari (mmscfd) dari target sebesar 2.943 mmscfd. Secara keseluruhan produksi migas sebesar 906 ribu barel ekuivalen per day (boepd). (RI)