JAKARTA – Pengelolaan Blok Rokan oleh PT Chevron Pacific Indonesia hanya tinggal menghitung hari. Pada 9 Agustus 2021, penglolaannya akan beralih ke PT Pertamina (Persero) melalui afiliasinya PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).

Selama puluhan tahun beroperasi di Rokan, Chevron telah menguras cadangan minyak di sana dalam jumlah yang sangat banyak. Saat minyak pertama kali ditemukan di lapangan Minas, Indonesia perlahan tapi pasti langsung menjelma dan dikenal sebagai salah satu negara penghasil minyak utama di dunia pada dekade 1950-an hingga dekade 1980-an.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), penamuan cadangan minyak di Rokan pertama ditemukan di lapangan Minas pada 1944. Kemudian mulai berproduksi pada 1951. Pengembangan Blok Rokan terus berlanjut hingga akhirnya cadangan minyak di Lapangan Duri ditemukan dan 1955 mulai diproduksikan. Saat itu level produksi di sana sekitar masih kurang dari 100 ribu barel per hari (bph) dan Blok Rokan sudah berkontribusi besar terhadap produksi minyak nasional.

Produksi minyak blok Rokan sejak saat itu terus meningkat apalagi setelah adanya program Minas peripheral injection level pada 1970, produksinya berada diatas 600 ribuan bph. bahkan pada dekade 1970 hingga 1980-an menjadi masa kejayaan produksi Blok Rokan dengan produksi rata-rata di atas 800 ribuan bph hingga satu juta bph.

Berbagai program lainnya kemudian dilakukan untuk menjaga level produksi Rokan agar tetap berada sekitar 600 ribu bph hingga 800 ribu bph, di antaranya DSF project dedicated pada 1985 lalu Minas PWF pada 1995. Kemudian Duri NDD12 POP dan Duri NDD13 POP pada 2010 dan 2015.

Secara total sejak berproduksi pada 1951 hingga nanti kontrak habis pada 8 Agustus 2021, Chevron telah memproduksikan minyak dari Blok Rokan sebanyak 11,69 miliar barel. Realisasi tersebut sama dengan 46% produksi minyak nasional selama 70 tahun.

Kini produksi blok Rokan sangat jauh dari kapasitas produksinya beberapa belas tahun lalu atau hanya sekitar 160 ribuan bph. Tapi tetap saja keberadaan Rokan masih cukup sentral dalam produksi minyak nasional. Hingga kini kontribusi blok Rokan sekitar 24% terhadap produksi minyak nasional.

Tantangan berat tentu akan dihadapi oleh PHR bagaimana bisa menahan laju penurunan produksi blok Rokan yang terjadi secara alami. Maklum saja selain lapangan dan sumur-sumur yang sudah mature, fasilitas produksi di sana juga sudah berumur uzur.

Butuh investasi dan kegiatan masif jika mau menahan produksi atau menggapai cita-cita kembali tingkatkan produksi minyak.

Jaffee Arizona Suardin, Direktur Utama PHR, mengatakan selain jumlah pengeboran sumur yang telah direncanakan pada tahun ini, PHR akan melanjutkan komitmen pengeboran Chevron. Ada tambahan sekitar 77 sumur dari komitmen Chevron yang tidak selesai sampai dengan masa alihkelola pada 9 Agustus mendatang. Pada target sebelumnya, untuk 2021 rencananya Pertamina hanya akan mengebor sebanyak 84 sumur. “161 sumur sampai Desember, level produksinya targetnya terjaga dan bisa naik,” kata Jaffee dalan diskusi virtual, Kamis (22/7).

PHR kata dia telah menyiapkan sumber daya yang dibutuhkan untuk merealisasikan rencana tersebut.PHR membutuhkan sekitar 16 hingga 17 rig untuk mengejar rencana kegiatan tersebut.

Persiapan lain dari sumber daya manusia, serta material pendukungnya juga terus dimantapkan agar pada saat masa transisi selesai, seluruh kegiatan bisa langsung dimulai.

“Untuk itu persiapan terus kami lakukan, dari sisi Pertamina yang direncakan jumlah rignya, materialnya, dari sisi Pertamina sudah siap. Jadi memang tujuannya proses alihkelola berjalan lancar tanpa gangguan, kita ada target agar liftingnya bertambah dengna program kerja masif,” kata Jaffee.(RI)