JAKARTA – Pemerintah sedang menyusun peraturan baru harga jual listrik dari pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT). Aturan main tersebut nantinya akan kembali ke rezim Feed in Tariff (FIT) yang sebenarnya sudah pernah diterapkan pemerintah.

Aturan yang ada saat ini harga jual listrik ditetapkan berbeda-beda di setiap wilayah berdasarkan acuan Biaya Produksi Listrik atau Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan listrik di setiap daerah yang dihitung PT PLN (Persero).

Rida Mulyana, Direktur Jenderal  Ketenagalistrikan Kementerian ESDM,  menegungkapkan ada perbedaan cukup signifikan jika dibanding dengan aturan main feed in tariff sebelumnya. Pertama,  adalah akan diterapkan skema staging feed in tariff. Dalam skema itu harga jual listrik tidak akan berubah dalam periode tertentu.

Pemerintah mengusulkan ada dua periode perubahan disesuaikan dengan lama kontrak jual beli tenaga listrik. Pertama,  untuk kontrak yang 20 atau 25 tahun maka harga jual listrik ke PLN akan tetap selama 12 tahun. Setelahnya baru dilakukan kembali penyesuaian, kecenderungannya tentu akan menjadi lebih rendah dengan periode hingga kontrak berakhir.

Kemudian untuk kontrak jual beli listriknya berlaku selama 30 tahun, maka evaluasi pertama harga listrik baru akan dilakukan setelah 18 tahun. Setelah itu, harga jual listrik ke PLN akan turun dan berlaku tetap hingga kontrak berakhir.

“Pada 1-12 tahun tinggi terus setelah itu turun. Setelah 12 turun turun. 1-12 tahun flat (tarifnya), lalu dari 12-20 atau 25 tahun (sampai kontrak berakhir intinya) itu flat juga. Staging, bukan per 12 tahun. Jadinya 12 dan 18 tahun. Kontraknya ada yang sampai 30 tahun, ada yang 25 tahun,” kata Rida di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu (5/2).

Menurut Rida, evaluasi akan dilakukan dua kali dalam masa kontrak. Pertama di awal kontrak, kedua ditengah kontrak berlangsung untuk menjaga keekonomian pembangunan pembangkit listrik sekaligus diharapkan bisa mendorong gairah investasi pembangkit listrik EBT

“Cuma dua tahap aja, enggak bertumpuk-tumpuk stagingnya, hanya dua kali saja. Agar modal pengembang cepat balik,” ujar Rida.

Beleid yang akan berbentuk Peraturan Presiden (Perpres) itu tidak akan mengatur harga jual listrik untuk semua jenis pembangkit listrik EBT.

Rida memastikan bahwa pembangkit listrik panas bumi tidak akan menjadi salah satu pembangkit listrik yang diatur oleh aturan main baru ini.

“Hydro (air), solar (tenaga matahari), angin, biomassa, ada lima rasanya, kecuali panas bumi,” kata Rida.

Pemerintah akan membuat aturan khusus harga jual listrik dari pembangkit panas bumi.

Menurut Rida, panas bumi memiliki karakteristik yang berbeda dengan sumber EBT lainnya. Namun aturan harga panas bumi tetap disiapkan yang terbaru.

“Nggak (tidak termasuk panas bumi). Sementara belum. Makanya akan diatur sendiri, tapi digarap bareng. Akan diatur lebih khusus, karena sifatnya jauh berbeda dengan EBT lainnya, ini lebih mirip migas. Yang kita masih cari tahu bagaimana peran pemerintah ke tahapan eksplorasinya bisa lebih masuk (keekonomian),” jelas Rida.

Saat ini memang pemerintah sedang menyusun aturan baru dalam pengelolaan panas bumi. Kementerian ESDM berencana menerapkan sistem kontrak yang mirip dengan yang diterapkan di migas yakni cost recovery.(RI)