JAKARTA – Pemerintah dan PT PLN (Persero) akhirnya secara resmi menyepakati rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030. Ini merupakan RUPTL yang kembali terbit setelah dalam dua tahun tidak ada RUPTL yang disepakati. Pemerintah sudah jauh-jauh hari memberikan petunjuk bahwa RUPTL kali ini akan lebih hijau alias memprioritaskan pertumbuhan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam 10 tahun ke depan.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan target penambahan kapasitas pembangkit listrik hingga tahun 2030 mencapai 40,6 Gigwatt (GW). Untuk mencapai target tersebut pemerintah dan PLN sepakat akan dipenuhi sebagian besar oleh swasta atau Independent Power Producer (IPP).

“RUPTL PLN 2021-2030 saat ini merupakan RUPTL lebih hijau atau greener karena porsi penambahan pembangkit EBT lebih besar daripada pembangkit fosil,” ungkap Arifin dalam konferensi pers virtual, Selasa (5/10).

Arifin memastikan tidak akan ada lagi ijin diberikan untuk PLTU berbahan batu bara mulai tahun ini hingga 10 tahun ke depan. “Pembangunan PLTU yang baru tidak lagi menjadi opsi kecuali yang saat ini sudah commited dan dalam tahap konstruksi. Ini juga untuk membuka peluang dan membuka ruang yang cukup besar untuk pengembangan EBT,” kata dia.

Pembangkit EBT yang akan didorong lebih besar yakni PLTA, PLTM dan PLTMH. Adapun porsinya mencapai 25,6% dengan kapasitas 10.391 Megawatt (MW).

Kemudian PLTB mendapat porsi 1,5% atau sebesar 597 MW. PLT Bio mendapat porsi 1,5% atau sebesar 590 MW. PLTP mendapat porsi 8,3% atau sebesar 3.355 MW. PLTS mendapat porsi 11,5% dengan kapasitas 4,6 ribu MW. PLT EBT Base mendapat porsi 2,5% atau 1.010 MW dan battery energy storage system (BESS) dengan porsi 0,7% atau 300 MW.

Selain itu, pemerintah juga menggenjot pengembangan panas bumi. Targtenya, porsi PLTP bisa mencapai 8,3 % dalam bauran energi dengan total kapasitas 3,3 ribu MW.

Co-Firing biomassa akan menjadi alternatif bahan bakar baru yang menjadi prioritas dalam RUPTL kali ini