JAKARTA – Rencana IPO ( Initial Public Offering) anak-anak usaha (subholding) PT Pertamina (Persero) di Bursa Efek Indonesia (BEI) harus dibatalkan karena dinilai berlawanan dengan konstitusi.

Apabila IPO anak usaha Pertamina tetap dijalankan, maka publik pembeli saham anak usaha tersebut otomatis menikmati hak istimewa penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) negara. Sedang mayoritas rakyat yang miskin atau tidak punya dana, tidak berkesempatan menikmati hak istimewa tersebut.

“Apalagi jika pembeli saham adalah warga negara atau negara asing. Kondisi ini tentu tidak adil dan bertentangan dengan sila ke-4 Pancasila,” ungkap Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Selasa (25/8).

Selain itu, penguasaan SDA migas oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 100% milik negara akan menjamin 100% keuntungan BUMN dinikmati seluruh rakyat rakyat melalui mekanisme APBN. Jika sebagian saham BUMN dijual, maka keuntungan BUMN akan terbagi kepada para pemegang saham publik/asing.

“Kondisi ini juga tentu tidak adil. Artinya, terjadi pelanggaran terhadap mekanisme distribusi manfaat SDA yang berkeadilan sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945,” ujar Marwan.

Dia menekankan IPO anak usaha melalui skema unbundling harus segera karena selain inkonstitusional dan bertentangan dengan aturan berlaku, juga melanggar prinsip persamaan dan keadilan sesama anak bangsa. Sesuai konstitusi, larangan privatisasi sektor SDA berlaku bukan hanya terhadap induk usaha, tetapi juga terhadap anak usaha BUMN.

“Pembentukan subholding untuk tujuan IPO anak usaha, yang lebih ditujukan untuk kepentingan oligarki dan kapitalis liberal, juga harus segera dihentikan,” tandas Marwan.(RA)