JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Komisi VII DPR menyepakati asumsi target produksi minyak siap jual atau lifting minyak nasional 2020 menjadi 755 ribu barel per hari (bph). Padahal angka asumsi yang ditetapkan dalam nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2020 hanya 734 ribu bph.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, mengatakan penentuan target lifting minyak selalu mengambil batas maksimal dari perkiraan berdasarkan kondisi riil. Target 734 ribu bph yang sebelumnya ditetapkan sudah memperhatikan kondisi tersebut serta berkaca dari kemampuan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Hingga akhir tahun ini saja proyeksi realisasi lifting minyak hanya bisa mencapai 750 ribu bph. Padahal targetnya dipatok 775 ribu. Sehingga, jika lifting minyak diminta digenjot lebih dari pada 2020, cukup sulit.

“Kalau exceeding itu (775 ribu bph) kami sudah tahu kemungkinan sulit sekali, kecuali ada hal-hal luar biasa. Seperti diketahui, proses eksplorasi dan workover itu lebih dari masa 12 bulan. Jadi saran saya produksi 755 ribu bph, ini sudah lumayan naik 21 ribu bph,” kata Jonan disela rapat kerja dengan Komisi VII, Rabu (28/8).

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan KKKS sudah menyatakan kesanggupan produksi pada tahun depan dan jumlahnya jauh lebih rendah dibanding target yang dipatok pemerintah dalam RAPBN 2020. Para KKKS dalam rencananya hanya mampu memproduksi minyak dengan total lifting sebesar 672 ribu bph.

“Kami dorong untuk menjadi 734 ribu bph. Jadi masih ada gap 68 ribu bph yang menjadi PR kami,” jelasnya.

Menurut Dwi, dalam tiga tahun terakhir lifting minyak nasional turun sekitar 3%-4% per tahun. Laju penurunan produksi (decline rate) tercatat sebesar 3,1% pada 2017, 3,3% pada 2018, dan 3,1% pada tahun ini. Target lifting minyak 734 ribu bph pada tahun depan dengan asumsi decline rate 2,7%.

Peningkatan produksi  biasanya diupayakan dengan cara memperbanyak kegiatan pengeboran sumur, kegiatan sumur kerja ulang (workover), dan investasi.

“Ya kita harus dorong agar KKKS lebih agresif, meningkatkan investasinya. Gap itu adalah PR kami dan akan kerja sama dan push KKKS agar programnya committed dengan target. Programnya apa saja yang bisa naikkan produksi, rencananya di WP&B yang akan kami approve di Desember ini. Itu harus isi gap ini,” kata Dwi.

Muhammad Nasir, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan target lifting minyak yang dipatok pemerintah sangat rendah dan seharusnya bisa mencapai minimal 800 ribu bph. Penerapan Enhance Oil Recovery (EOR) bisa menggenjot produksi. Hal itu seharusnya sudah mulai diterapkan pada tahun depan.

“Menurut saya kalau dimaksimalkan bisa capai 800 ribu bph, karena bapak sudah pakai teknologi (EOR),” ujarnya.

Namun Dwi mengatakan EOR tidak serta merta bisa langsung dirasakan hasilnya. Proses panjang diperlukan untuk memastikan metode tersebut tepat untuk diterapkan di suatu lapangan.

“Karena butuh penelitian-penelitian cukup banyak dan setelah implementasi akan ada dampak. Dan kami laporkan dari EOR akan masuk pada 2023,” kata Dwi.

Komisi VII juga juga memutuskan target lifting gas sebesar 1,19 juta barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/boepd). Namun, Jonan memberikan catatatn lifting gas sangat dipengaruhi dengan perkembangan harga gas dunia.

“Tantangannya satu, kalau harga gas terlalu rendah bisa curtailment, dikurangi produksinya. Jadi kalau harga kurang bagus ya jualnya jangan banyak-banyak,” kata Jonan.(RI)