JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menaruh kekhawatiran akan kelanjutan proyek Jambaran Tiung Biru (JTB) di Blok Cepu yang dikerjakan PT Pertamina EP Cepu (PEPC). Kekhawatiran utama terkait target penyelesaian proyek yang dipatok pada pertengahan 2021.

Jamsaton Nababan, Direktur Utama PEPC,  mengatakan SKK Migas boleh saja khawatir, tapi melihat kondisi di lapangan, Pertamina EP Cepu masih optimistis proyek bisa diselesaikan tepat waktu. “Tidak apa-apa, mungkin itu adalah asumsi worst case,” kata Jamsaton kepada Dunia Energi, Jumat (5/6).

Kekhawatiran SKK Migas dipicu adanya pandemi Covid-19 yang mempengaruhi  ketersediaan pekerja ahli

“Keterbatasan tenaga kerja spesialis atau ahli di pasaran, karena pada enggan keluar dari daerah masing-masing karena khawatir tertular Covid-19,” ungkap Jamsaton.

Selain itu juga ada keterbatasan mobilisasi orang keluar dan masuk suatu daerah akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB oleh pemerintah.

Kemudian hilangnya hari-hari kerja efektif 14 hari karena harus mengikuti masa karantina 14 hari di Bojonegoro.

“Ketiga hal itu mengakibatkan kebutuhan tenaga kerja di lapangan tidak maksimal sehingga tidak bisa melakukan speed up konstruksi,” ujar Jamsaton.

Itu dari sisi tenaga kerja dan oeperasional kegiatan perusahaan. Kemudian tantangan lainnya proyek JTB sejak awal tahun ini adalah proses pabrikasi barang-barang di beberapa negara terhenti akibat adanya lockdown di beberapa negara.
Selain itu proses pabrikasi barang-barang di beberapa negara slow down karena adanya pembatasan jam kerja dan transportasi material, termasuk beberapa pabrikasi di Indonesia yang lokasinya diberlakukan PSBB.

“Kedua hal itu mengakibatkan proses kedatangan material (material on site) di lapangan mengalami keterlambatan,” ujarnya

Menurut Jamsaton, beberapa kendala tersebut mengakibatkan potensi delay (keterlambatan) yang dikhawatirkan SKK Migas. Namun ia meyakinkan tim proyek berupaya melakukan inovasi untuk meminimalkan potensi delay tersebut.
“Yakni dengan melakukan penyesesuaian schedule konstruksi dan material on site tetapi dengan tetap mempertahankan target on-stream pada Juli 2021,” kata Jamsaton.

Pada pekan ini SKK Migas mengadakan pertemuan khusus dengan manajemen PEPC untuk membahas adanya potensi keterlambatan proyek.

Konstruksi proyek JTB sendiri dikerjakan oleh PT Rekayasa Industri (Rekind) bersama anggota konsorsium lainnya. Proyek JTB juga merupakan proyek strategis nasional (PSN) dengan nilai investasi US$1,53 miliar, terdiri dari pengerjaan FEED (Front End Engineering Design), Land Acquisition (Pengadaan Tanah), Kontrak EPC Early Civil Works, Kontrak EPC GPF serta Drilling (Pemboran Sumur). Adapun nilai Kontrak EPC GPF (Konsorsium Rekind-JGC-JGC Indonesia) adalah sebesar US$983 juta.

Jika selesai maka Jambaran Tiung Biru akan menghasilkan produksi rata‐rata raw gas sebesar 315 juta kaki kubik (MMSCFD) yang disalurkan melalui pipa transmisi Gresik‐Semarang yang saat ini dalam proses persiapan uji coba oleh PT Pertamina Gas (Pertagas). Optimasi desain melalui perubahan teknologi pada unit GPF menghasilkan potensi tambahan produksi hingga 20 MMSCFD, sehingga terdapat peningkatan produksi penjualan sales gas dari 172 MMSCFD menjadi 192 MMSCFD.

Julius Wiratno, Deputi Operasi SKK Migas,  mengungkapkan ada tanda-tanda keterlambatan di proyek JTB, untuk itu SKK Migas mereview progress proyek untuk cari jalan terbaik untuk bisa memastikan target penyelesaian tidak terganggu.

“Review proyek JTB yang sudah menunjukkan tanda-tanda terlambat,” kata Julius.(RI)