JAKARTA – Program listrik desa yang bertujuan mengalirkan listrik ke daerah atau wilayah remote atau termasuk 3T terancam mengalami gangguan lantaran dana yang dianggarkan tidak disetujui oleh DPR.

Andy Noorsaman Sommeng, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan sumber pendanaan program listrik desa adalah dari badan usaha, yakni PT PLN (Persero) yang juga mendapatkan Penambahan Modal Negara (PMN). Namun sayang, PMN yang diusulkan tidak disetujui seluruhnya.

“Ini dikasih, cuma Rp5,9 triliun yang tadinya Rp 8,5 triliun,” kata Andy di Kementerian ESDM Jakarta, Senin (24/9).

Menurut Andy, seiring pengurangan jumlah dana PMN paling tidak ada evaluasi ulang yang akan dilakukan PLN dan pemerintah mengenai wilayah yang mendapatkan suntikan dana untuk dibangun fasilitas dan infrastruktur tenaga listrik.

Program listrik desa adalah salah satu senjata utama pemerintah dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional.

Pemerintah akan lebih berfokus pada wilayah yang belum mencapai rasio elektrifikasi 90%. Sebagian besar wilayah yang masih rendah rasio elektrifikasi berada di Indonesia bagian timur.

“Listrik desa turun jadi Rp 5,9 triliun, sehingga daerah 3T dengan kabupaten dengan rasio elektrifikasi lebih besar dari 90% harus dihitung lagi apakah ada penundaan sampai 2020,” ungkap Andy.

Program listrik desa ditargetkan mampu menyediakan pelayanan listrik yang dibutuhkan di sekitar 2.500 desa yang belum teraliri listrik sama sekali yang tersebar di seluruh wilayah tanah air.

Andy mengatakan jika program listrik masuk desa terganjal, pemerintah akan lebih menaruh harapan terhadap program atau pembagian Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) yang menjadi program Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).

“Kata Pak Rida (Dirjen EBTKE) ada tambahan LTSHE. Itu lumayan konstribusi buat rasio elektrifikasi,” kata Andy.(RI)