JAKARTA– Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo berkapasitas 72 megawatt (MW) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selata telah meningkatkan kapasitas penyediaan listrik dan keandalan sistem interkoneksi sistem Sulawesi bagian Selatan. PLTB ini juga mengurangi pemakaian BBM dan mengurangi biaya pokok pembangkitan dengan penghematan Rp. 577 per-kWh jika dibandingkan dengan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).

Pengembang PLTB Jeneponto rencananya bakal melakukan ekspansi menyusul keberhasilan beroperasinya pembangkit yang sekarang.

“Kalau sekiranya dikembangkan, saya gembira, mengingat (PLTB yang akan dibangun) sudah memiliki sistem penyimpanan energi. Akan membantu PLN bekerja dan utamanya pelanggan yang menjadi konsentrasi kita tidak mengalami masalah dari fluktuasi (produksi listrik),” ujar Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam keterangan tertulis.

Perluasan bisnis pembangkit energi baru terbarukan (EBT) ini disambut hangat oleh Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN (Persero) Djoko R Abu Manan, mengingat melimpahnya sumber EBT di Sulawesi Selatan. PLN sangat mendukung energi terbarukan, karena energi fosil pasti akan habis.

“Di Sulawesi Selatan banyak potensi energi hidro, surya, angin juga banyak. Sulawesi ini luar biasa, karena potensi energi angin tidak di semua tempat, koridornya di Nusa Tenggara, Sulawesi dan Jawa Bagian Selatan. Ini berkah,” ujar Djoko.

Sebagai informasi, saat ini kondisi sistem kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan memiliki daya mampu sebesar 1.499 MW dengan beban puncak 1.165 MW dan cadangan daya sebesar 334 MW. Sementara rasio elektrifikasi Provinsi Sulawesi Selatan hingga Bulan Juli 2019 telah mencapai 99,99%.

Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo dibangun sejak 2016 lalu dan sudah beroperasi secara komersial 14 Mei 2019. Setelah tiga bulan, Rida Mulyana melihat produksi listriknya makin meningkat, bagus dan dilaporkan belum ada (kendala) apa-apa.

Sifat pembangkit listrik berbasis EBT yang intermitten menjadi tantangan sendiri bagi pengembang untuk mengoptimalkan pengoperasian. Isu prakiraan cuaca yang memengaruhi produksi listrik diharapkan dapat segera diatasi. “Ini dibutuhkan oleh PLN untuk keseimbangan pasokan dan cadangan jaringan,” ujar Rida.

Sementara tantangan utama, adalah terkait harga jual listrik yang lebih murah. “Tantangan bisnis yang kami (Pemerintah) mintakan kepada pengembang listrik adalah pengalaman di tahap I dan PLTB Sidrap, mereka menjanjikan (pengembangan PLTB tahap kedua) harganya di bawah Biaya Pokok Produksi (BPP),” jelas Rida.

PLTB Tolo yang dikelola oleh pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) ini memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mencapai sekitar 40 persen. Dengan tinggi 133 meter (m) dan panjang baling-baling 63 m, 20 turbin yang terpasang masing-masing mampu mengalirkan listrik sebesar 3,6 MW, sehingga kapasitas totalnya mencapai 72 MW. Kehadiran PLTB ini mampu melistriki setara 300.000 rumah tangga pelanggan 900 VA.

PLTB Jeneponto masuk dalam program 35.000 MW. Ini merupakan bukti nyata komitmen pemerintah mewujudkan bauran energi primer EBT sebesar 23% pada 2025. Pemerintah juga terus mendorong pengembangan industri ini semakin kompetitif. “Mudah-mudahan proyek ini sebagai salah satu dari delapan proyek strategis sektor ESDM yang bisa diresmikan langsung oleh Presiden,” kata Rida. (RA)