JAKARTA – PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu minyak dan gas bumi, mencatatkan laba bersih sepanjang 2019 sebesar US$ 537 juta atau sekitar Rp7,6 triliun (kurs Rp14.200 per dolar AS) ditopang peningkatan produksi dan lifting migas perusahaan, menurut direktur perusahaan. Raihan net income ini naik 12,57% dibandingkan realisasi pada 2018 yang tercatat US$ 477 juta.

Meidawati, Direktur Utama PHE, mengatakan pada 2019, lifting minyak PHE tercatat 83.808 barel per hari (bph). Ini adalah lifting dengan level tertinggi yang dicapai PHE sepanjang lima tahun terakhir. Pasalnya, pada 2018, lifting minyak PHE tercatat 72.316 bph, 2017 sebesar 72.581 bph, 2016 sebesar 61.656 bph, dan 2015 tercatat 65.247 bph.

Sementara itu, lifting gas juga cenderung positif. Pada 2019, lifting gas PHE tercatat 607 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd), lebih tinggi daripada 2018 yang tercatat 578 mmscfd dan 2017 yang 572 mmscfd.

“Bahkan lifting gas tahun 2019 lebih baik ketimbang 2016 yang 268 mmscfd dan 2015 sebesar 505 mmscfd,” ujar Meidawati di sela Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi Energi (VII) Dewan Perwakilan Rakyat dengan Direksi PHE dan PT Pertamina EP di Jakarta, Selasa (4/2).

Secara rata-rata, lifting minyak PHE dalam lima tahun terakhir tercatat tumbuh 6% dan lifting gas tumbuh 5%. Adapun laba bersih tumbuh 27% dari 2015-2019. Padahal, harga jual minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) mengalami fluktuasi. Misalnya, pada 2015 harga minyak US$ 49 per barel, turun lagi ke US$ 40 per barel pada 2016, naik ke US$ 51 per barel pada 2017 dan melonjak jadi US$ 67 per barel pada 2018. Tahun lalu, rata-rata ICP sebesar US$ 62 per barel,

Hal yang sama juga terjadi pada harga jual gas. Pada 2015 rerata harga gas US$ 6,1 per mscf, turun ke US$ 4,9 per mscf pada 2016, naik lagi US$ 6 per mscf pada 2017 dan naik lagi jadi US$ 7,1 per mscf pada 2018. Tahun lalu, harga gas turun lagi ke level US$ 6,5 per mscf. (RI)