JAKARTA – PT Freeport Indonesia, pengelola tambang Grasberg, Papua telah mengurangi produksi konsentrat tembaga seiring belum kunjung keluarnya izin ekspor dari pemerintah. “Karena stok sudah berlebihan dan belum dapat izin ekspor, jadi (PTFI) mengurangi produksi. Itu betul,” ujar Dito Ganinduto, Anggota Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis (9/2).

Selain anak usaha Freeport-McMoRan Inc itu, PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang sebelumnya bernama PT Newmont Nusa Tenggara juga mengalami hal serupa. Cadangan konsentrat milik Amman Mineral menumpuk.

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017, izin ekspor mineral akan diberikan jika perusahaan tambang melakukan perubahan status dari kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Menurut Dito, Freeport dan Amman Mineral dalam rapat kerja tertutup dengan Komisi VII menyatakan keberatan untuk beberapa hal terkait perubahan status. Amman Mineral meminta kepastian eksplorasi. Lahan yang sudah diekplorasi dengan biaya mereka, kemudian dengan perubahan dari KK menjadi IUPK itu ada relinguished.

“Jadi, lahan yang sudah dieksplorasi dan uang mereka, di relinguished. Itu mereka keberatan. Kemudan Freeport, soal stability apa itu namanya, pajak juga, naildown segala macam, kemudian privilege,” ujar Dito.

Riza Pratama, Juru Bicara Freeport Indonesia, menekankan pihaknya berharap ada titik temu dengan pemerintah. Freeport meminta kepastian dari pemerintah, demi terciptanya stabilitas investasi.

Dengan demikian, kata Riza, investor akan merasa nyaman untuk berinvestasi. Di dalam IUPK dan KK ada perbedaan tertentu sehingga akan berdampak pada kenyamanan investasi jangka panjang.

“Karena investasi yang akan kita tanamkan juga besar jadi membuat investor kita belum nyaman. Kalau kita tidak bisa ekspor, tentu kita akan menurunkan produksi kita sampai 40 persen. Hanya 40%, karena sesuai dengan smelter kita. Nantinya tentu ada beberapa cost yang dikurangi dan sebagainya,” tandas Riza.(RA)