JAKARTA – PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina International EP (PIEP) akan makin agresif melebarkan sayap bisnisnya di luar negeri. Jika pada 2015 aset perusahaan hanya ada tiga negara, yaitu di Aljazair, Malaysia, dan Irak, hingga akhir September 2016 ada tambahan sembilan aset baru.
Aset baru yang dimiliki Pertamina tercatat ada dua aset di Eropa, yakni Perancis dan Italia. Dua di Amerika, yakni Kanada dan Kolombia serta satu di Asia, yaitu di Myanmar. Sementara itu di Afrika, aset baru Pertamina berada di Namibia, Tanzania, Nigeria, dan Gabon.
“Dari tambahan aset baru itu, yang sudah produksi baru aset di Gabon dan Nigeria total sekitar 30 barel setara minyak per hari (BOEPD). Sisanya masih dalam tahap eksplorasi dan pengembangan,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro di Jakarta, Kamis (17/11).
Kinerja sektor hulu Pertamina hingga kuartal III 2016 memang cukup positif. Total produksi migas sebesar 646 ribu barel setara minyak per bari (BOEPD), naik 12,3% dibandingkan periode sama 2015 sebesar 575 MBOEPD. Sebanyak 19% dikontribusikan dari nett to share produksi lapangan luar negeri dan 81% dari dalam negeri.
Produksi minyak Pertamina sebesar 309 ribu barel per hari (BOPD). Sebanyak 72% dari kontribusi ladang migas di dalam negeri, 28% lagi dari luar negeri. Sedangkan produksi gas sebesar1.953 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), naik dibandingkan periode sama 2015 sebesar 1.728 MMSCFD. Sebanyak 11% produksi gas berasal dari ladang di luar negeri dan 89% dari dalam negeri.
Wianda mengatakan ke depan Pertamina akan terus agresif mencari sumber-sumber minyak dan gas (migas) di berbagai negara. “Tujuan Pertamina untuk mencapai target produksi nasional, termasuk menjaga kelangsungan pasokan minyak mentah bagi produksi BBM di Indonesia,” ujarnya.
Dirgo Purbo, pengamat ketahanan energi dan staf pengajar geo ekonomi Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), mengatakan pada intinya melihat corporate strategic planning untuk melakukan investasi di luar negeri sangat baik dan tepat. Namun Pertamina juga harus tepat sasaran dengan melihat atas dasar potensi cekungan hydrocarbon sehingga diperlukan masukan dari team inti petroleum intelligent .
“Sangat positif, tapi harus diutamakan dari negara-negara yang dekat dengan Indonesia, seperti halnya dengan Timor Leste, Vietnam, Myamar, dan Malaysia,” kata dia.
Menurut Dirgo, investasi yang dilakukan Pertamina di Gabon dan Nigeria cukup bagus, yang jadi soal adalah investasi di Perancis dan Italia. “Jadi perlu ditinjau dari sudut geopolitik dan geostartegi, negara mana saja yan perlu fokus untuk melakukan investasi, khususnya yang berbentuk kriteria total investment EP atau sekadar farm-in,” ungkap Dirgo.
Bahkan, lanjut Dirgo, seyogyanya potensi investasi di sektor hulu harus lebih di utamakan di dalam negeri terlebih dahulu dengan mengiatkan kembali ladang-ladang tua yang masih mempunyai potensi recoverable 30%.
Dirgo mengatakan minyak yang di luar negeri jika bertipe light crude harus dibawa ke dalam negeri karena itu lah pemahaman mendasar dari investasi diluar negeri. Sebaliknya, jika dijual justru menambah beban fiskal.
“Langkah ini merupakan jawaban Indonesia sebagai negara pengimpor minyak. Jadi merupakan strategi dalam menjalankan bagian dari program energy security(jaminan pasokan energi). Dan ini memang jawaban yang paling ideal dalam percaturan kompetisi untuk mendapatkan langsunh ke sumber energi,” ungkap dia.
Fahmi Radhi, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,mengatakan jika indikatornya peningkatan produksi dan aset, kinerja PertaminaInternational di sektor hulu semakin baik. Apalagi aksi korporasi dengan ekspansi ke luar negeri merupakan suatu keniscayaan bagi Pertamina untuk menjadi pemain global, tidak hanya berjaya di dalam negeri.
“Ekspansi ke tujuh negara, yang dua negara di antaranya sudah berproduksi merupakan aksi korporasi yang sangat tepat. Selain memperkecil risiko kegagalan, juga untuk mengatasi masalah kekurangan produksi minyak di Indonesia,” kata Fahmi.
Menurut dia, ekspansi ke luar negeri harus dilanjutkan secara berkelanjutan. Untuk tahap sekarang, akuisisi lahan yang sudah produksi paling tepat. Jika Pertamina sudah benar-benar siap, pada saat itulah perseroan bisa masuk ke lahan migas yang baru dengan melakukan eksplorasi dan eksploitasi.
“Untuk saat ini, produksi dari lahan migas di luar negeri diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri. Saat ini ketahanan energi bisa dipenuhi baik dari sumber migas dalam negeri, juga sumber luar negeri yang dihasilkan Pertamina,” ujar Fahmi.(RA/RI)
Komentar Terbaru