JAKARTA – PT Pertamina tengah membangun dan mengembangkan kilang minyak dalam beberapa tahun ke depan. Target utama pembangunan kilang ini diharapkan bisa menekan impor, baik  minyak mentah maupun produk dari minyak mintah yang selama ini menjadi masalah dalam neraca perdagangan Indonesia.

Namun ternyata saat pembangunan kilang Pertamina justru memproyeksikan ada peningkatan impor minyak mentah.

Daniel Purba, Senior Vice President Corporate Strategic Growth Pertamina, mengungkapkan dalam proyeksi manajemen hingga 2024 ada peningkatan impor untuk minyak mentah. Di sisi lain pengembangan kilang Balikpapan tahap I sudah selesai.

Saat ini impor BBM mencapai 200 ribu-250 ribu barel per hari (bph). Untuk impor crude atau minyak mentah mencapai 300 ribu-350 ribu bph.

“Proporsional sama, sampai 2024 di Balikapapan tahap I beroperasi, impor crude naik 100 ribu bph. Dengan bertambahnya kapasitas Balikpapan pada 2024 impor BBM turun,” kata Daniel disela rapat dengar pendapat Pertamina dengan Komisi VII DPR, Selasa (31/8).

Menurut Daniel, jika pembangunan kilang tidak dijalankan maka impor BBM dan minyak mentah akan meningkat. “Kalau kilang tidak dijalankan, impor BBM-nya yang banyak dan kalau impor crude-nya yang naik kalau kilang dibangun,” ungkap dia.

Dalam data yang disampaikan Pertamina disela rapat tersebut terlihat bahwa peningkatan impor minyak mentah setelah  2020 akan terus meningkat, bahkan bisa mencapai kisaran 450 ribu-500 ribuan bph pada 2024-2025.

Pada 2026, impor minyak mentah Pertamina diproyeksikan melonjak menjadi sekitar 700 ribu-800 ribu bph. Selanjutnya, impor minyak mentah mencapai titik tertinggi di kisaran 800 -900 ribuan bph pada 2027 dan stabil pada level tersebut hingga 2030.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina mengatakan kenaikan impor minyak mentah juga tergantung pada produksi minyak dalam negeri. “Impor crude ini berkaitan dengan rencana Indonesia (menaikkan produksi minyak) dan bagaimana Pertamina meningkatkan cadangan dan produksi migas. Ini karena kalau do nothing, maka suplai hulu migas akan turun terus,” kata dia.

Pertamina berambisi untuk bisa menutup kebutuhan minyak mentah itu dengan memproduksi minyak sendiri. Perseroan sudah menargetkan ada peningkatan produksi bertahap hingga mencapai sekitar 400 ribuan bph. Itu artinya tetap ada gap untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah.

Penambahan kapasitas kilang akan berdampak pada peningkatan kebutuhan minyak mentah sebagai feedstock. Pertamina menegaskan penambahan kapasitas kilang memang untuk menekan impor, khususnya BBM.

Untuk proyeksi impor BBM perseroan akan turun signifikan mulai 2026. Masih berdasarkan data yang sama, saat ini impor BBM berada pada level 200 ribu-250 ribu bph dan akan bertahan pada level yang sama hingga 2023. Selanjutnya, impor BBM ini mulai turun di level 200 ribu bph di 2023 dan terus turun menjadi kisaran 100 ribu bph di 2026. Setelah itu hingga 2030, impor BBM di kisaran 100 ribu bph.

Menurut Nicke, proyeksi impor ini sudah mempertimbangkan perkiraan kebutuhan BBM yang telah terdampak kebijakan bahan bakar nabati (BBN) dan gasifikasi pembangkit listrik. Impor masih dibutuhkan lantaran pihaknya harus menutup selisih kebutuhan dan produksi bensin nasional. Namun untuk solar, perseroan sudah tidak lagi mengimpor sejak awal tahun lalu.

“Masih ada gap demand dan supply yang kemudian diisi oleh impor. Impor ini gasoline, karena gasoil sudah kami produksi sendiri,” kata Nicke.(RI)