JAKARTA – PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Hulu Mahakam dinilai membutuhkan waktu untuk bisa mengoptimalkan kinerja produksi Blok Mahakam. Apalagi, selain baru satu bulan mengambil alih pengelolaan blok gas tersebut dari PT Total E&P Indonesie, kompleksitas yang dihadapi Pertamina juga cukup tinggi.

Tutuka Ariadji Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengungkapkan beberapa penyesuaian masih dilakukan Pertamina di Blok Mahakam. Pertama, pergantian manajemen terkait teknis dan ekonomis dalam mengelola masing-masing lapangan yang sangat kompleks, terdiri dari reservoir-reservoir berbentuk lensa-lensa sand body yang tidak saling berhubungan.

“Memerlukan waktu yang cukup untuk memahami perilaku reservoir yang berbeda dengan kebanyakan lapangan lain di Indonesia,” kata Tutuka kepada Dunia Energi, Jumat (9/2).
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 menetapkan target produksi siap jual (lifting) Blok Mahakam adalah sebesar 48.271 barel per hari (BOPD) untuk minyak dan 1.110 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk gas bumi.

Untuk realisasi rata-rata per 31 Januari 2018, sebesar 31.053 BOPD (sekitar 64% dari target APBN 2018) untuk minyak dan 969 MMSCFD (sekitar 87% dari target APBN 2018) gas. Khusus untuk minyak, produksi rata-rata mencapai sekitar 47.653 BOPD dan masih menunggu jadwal lifting untuk dapat memenuhi target di APBN 2018.

Menurut Tutuka, penyebab belum maksimalnya kinerja produksi Blok Mahakam adalah pola mekanisme kerja dan dukungan fasilitas untuk menjalankan manajemen reservoir yang baik masih baru bagi personel dari Pertamina.  “Untuk lingkungan kerja yang sudah mapan dibentuk Total E&P. Ini juga memerlukan penyesuaian,” tukas dia.

Namun, Pertamina diminta tidak berdiam diri dan perlu berupaya keras untuk cepat mengatasi hal tersebut. Langkah pertama, Pertamina harus bisa menemukan alternatif-alternatif strategi dan cara yang lebih efisien (biaya lebih murah) dengan hasil produksi yang tetap terjaga.

Salah satu yang bisa dilakukan untuk lapangan gas adalah harus melihat sistem aliran gas di pipa flow line, apakah masih bisa dioptimalkan.

“Dioptimalkan strategi penurunan tekanan kepala sumur untuk meningkatkan cadangan dengan ekonomis. Selain itu, penerapan teknis liquid unloading dengan cara un-conventional,” papar Tutuka.

Wisnu Prabawa Taher, Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), sebelumnya mengungkapkan Blok Mahakam masuk dalam daftar 10 besar, baik untuk produksi minyak maupun gas. Untuk itu, kinerja dari blok tersebut sangat mempengaruhi kinerja lifting migas nasional.

Pertamina resmi mengelola Blok Mahakam sejak 1 Januari 2018, setelah kontrak pengelolaan Total EP berakhir pada 31 Desember 2017.

Untuk pengiriman produksi gas (inlet gas) ke Kilang Bontang, rata-rata per 31 Januari 2018, dari target Blok Mahakam sebesar 1.108 MMSCFD, baru terpenuhi 966 MMSCFD, atau 87% dari target.

“Pemenuhan target ini sangat penting terutama untuk gas bumi, karena Blok Mahakam memasok gas untuk Kilang LNG Badak di Bontang. Apabila pasokan gas ke kilang ini di bawah target, maka penyaluran LNG tidak akan bisa memenuhi komitmen yang telah disepakati,” kata Wisnu.(RI)