HAMPIR empat bulan sudah, jajaran direksi PT Pertamina Hulu Energi (PHE) memiliki empat direksi baru. Mereka adalah Direktur Operasi dan Produksi Ekariza, Direktur Pengembangan Afif Saifudin, Direktur Eksplorasi Abdul Mutalib Masdar, dan Direktur Keuangan dan Dukungan Bisnis Huddie Dewanto. Keempat direktur yang dikukuhkan pada RUPS PHE pada Februari 2018 itu mendampingi R Gunung Sardjono Hadi yang sejak 2015 menjadi orang nomor satu di PHE.

Di bawah kepemimpinan Gunung, sepanjang 2017 PHE mencatatkan kinerja produksi dan finansial positif sepanjang 2017 dibandingkan 2016. Produksi minyak PHE selama tahun lalu naik menjadi 69,3 ribu barel per hari (BPH) dari proyeksi 64,5 ribu BPH pada 2017. Pencapaian produksi ini juga lebih baik dibandingkan 2016 yang tercatat 62,58 ribu BPH. Sedangkan produksi gas pada 2017 tercapai 723,5 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), naik tipis dibandingkan realisasi 2016 yang tercatat 722 MMSCFD, meskipun lebih rendah dari target tahun ini sebesar 768,5 MMSCFD.

Kinerja positif sektor produksi PHE berpengaruh signifikan terhadap kinerja finansial. Hal itu terbukti dari capaian pendapatan dan laba bersih yang naik masing-masing 30% dibandingkan periode tahun sebelumnya. Pendapatan usaha PHE sepanjang 2017 mencapai US$1,99 miliar,naik dibandingkan 2016 yang hanya US$1,5 miliar. Sedangkan laba bersih sebesar US$259,8 juta, naik dibandingkan 2016 yang hanya US$191 juta.

Tugas berat kini dihadapi jajaran direksi PHE. Apalagi PHE juga akan mengelola empat blok habis kontrak (terminasi) dengan menggunakan skema bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split. Skema yang sama telah diterapkan di Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang juga dikelola perseroan. Untuk mengetahui apa saja rencana PHE pada tahun ini, berikut wawancara tim Dunia-Energi dengan Direktur Utama PHE R Gunung Sardjono Hadi di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu. Petikannya.

R.Gunung Sardjono Hadi, Direktur Utama PHE (Dokumentasi Dunia-Energi)

Bagaimana strategi Anda ke depan dalam memimpin PHE di tengah hadirnya empat anggota BOD baru perusahaan?
Tidak ada perubahan strategi. Saya masuk PHE 2015 dan membangun sistem. Kalau sistem sudah sepakat dan komit, maka kita lakukan. Seperti bicara PHEOne System dan SSO, artinya siapapun yang duduk di sana sebagai BOD tidak perlu malakukan perubahan signifikan. Bicara strategi operasional terjadi dinamisasi, 2016 ada 10 langkah, 2017 tambah menjadi 12, dan 2018 apakah ada yang perlu diangkat sehingga kami mencari tantangan dan problem lain. Misalnya WK, kami dapat tambahan blok terminasi dengan skema gross split. Tentunya kami bicara itu, pengadaan barang dan jasa. Konteks gross split itu efisiensi.

Gross split jadi fokus utama PHE kedepan?
Kami memiliki portofolio dan telah disampaikan ke korporat (Pertamina) bagaimana posisinya. Kami sekarang mengelola 57 anak perusahaan (AP), 53 blok diantaranya kami kelola. Tentu kedepan kami tidak akan sebesar itu, saya mencoba mengevaluasi, kira-kira mana yang bisa didrop sehingga secara bertahap mungkin dari 57 menjadi 30-an AP saja. Dari 30 AP nanti kami lihat lagi, mana blok yang mempunyai low impact, medium dan high impact. Itu nanti kami screen lagi sehingga suatu ketika mungkin kami tidak perlu memaksakan diri menjadi operator kalau misalkan blok tersebut memberikan dampak rendah. Ini yang perlu kami lihat. Arah gross split kan semua cost di kita sehingga sebetulnya berbicara partnership itu kewenangan kami. Tidak lagi kami berbicara masalah cost recovery, kemudian masalah mitra itu kami bisa lebih leluasa. Maksud saya dalam konsep pengembangan lapangan produksi minyak dan gas.

Ada pemangkasan dalam birokrasi ?
Iya, kalau bicara partnership dan lain-lain itu, bicara kewenangan persero (Pertamina). Tapi kami bisa memberikan rekomendasi. Untuk yang terminasi atau yang belum gross split sehingga bisa fokus resources kami juga lebih optimal. Jangan sampai kami mengurusi yang memberikan kontribusi tidak maksimal. Kami juga sampaikan ke persero, persero memberikan suatu guidance secara tertulis bahwa PHE diharapkan menjadi operator dengan porsi minimal 51%. Di situlah pentingnya mengapa kami bisa lihat secara komperehensif. Kami dituntut bisa menjaga cash flow, selain mendapatkan profit. Itu kan perlu strategi khusus terkait masalah pengelolaan wilayah kerja, apakah teknikal divestasi, apa perlu divestasi sehingga kami mempunyai uang dan dipakai untuk membiayai investasi kedepan supaya lebih maju. Jadi semua kami pikirkan dalam kerangkacukup komperehensif.

Jadi dari 57 AP, nanti tinggal 30. Sisanya, mau dilepas?
Sebagian memang CBM (coal bed methane) kami sudah melakukan maksimal, ternyata sampai saat ini keekonomian komersial belum masuk. Secara teknikal teknologi juga belum ditemukan teknologi yang murah sehingga kami akan mencoba  melepas 13 WK di CBM. Sebagian kami akan selesaikan firm comitment, setelah itu akan kami kembalikan ke pemerintah. Setelah itu kami lihat lagi blok-blok lain, dimana kita disitu masih fase belum produksi dan belum berkontribusi. Untuk fase produksi yang mungkin memberikan kontribusi kecil,  kalau kami pertahankan atau perpanjang tidak berikan dampak besar buat apa? Jadi tahapannya seperti itu, CBM kami lepas kemudian beberapa blok terminasi yang tidak masuk ke portofolio kami tidak perpanjang

Jadi itu ada yang blok terminasi?
Iya, seperti South Jambi, itu mungkin kami akan lepas karena belum ada kepastian Corridor kami menjadi operator dan disitu juga tidak terlalu menarik secara tekno komersial sehingga kami akan lepas. Kami juga melihat lapangan lain yang sekiranya dari sisi based case, mid case dan high case masih mempunyaipeluang tidak. Kalau tidak, ya sudah perlahan-lahan satu persatu kami lihat.

Rencana pelepasan anak perusahaan akan dimulai tahun ini?
Sebetulnya kami sudah sampaikan itu dari tahun lalu, mengenai portofolio. Kembali lagi, strategi kewenangan divestasi, kemudian partnership di Pertamina di direktorat hulu. Jadi saya berharap bisa segera diskusi dengan Pertamina biar lebih enak bagi saya

Apakah itu semua akibat dari masalah pembiayaan di direktorat hulu persero yang makin ketat?
Kami sebenarnya sudah merencanakan sebelumnya. Karakter bisnis PHE berbeda dengan PEP (PT Pertamina EP). Di sini kami hybrid, kombinasi antara investment operational holding dan strategic holding. Investment holding investasi mana yang memberikan backbone, operational holding kami bicara operasional ada operator dan non operator. Persero sudah mempunyai wacana, mereka mengharapkan setiap anak perusahaan bisa tidak,full cycle? Kami sudah buat simulasi, bicara operasional yes, kami bisa.Tapi kalau bicara growing,kami nanti akan kesulitan karena PHE posisinya sedang punya utang. Karena setiap ada akuisisi, semua dibebankan ke kami, jadi utang kami. Pada 2016, utang PHE ke persero US$1 miliar. Pada 2018 berkurang US$300 juta. Seandainya kami tidak punya utang dan bisa selektif,kami bisa full cycle. Namun, ini masih berupa wacana.

Jadi dengan full cycle, semua pembiayaan harus dipikirkan sendiri oleh PHE?
Waktu saya sampaikan ke persero, kalau kami dituntut full cycle, pertama bisa enggak kami mencoba debt to equity swap utang-utang kami menjadi penyertaan. Kemudian kedua, kami boleh melakukan divestasi. Misalkan kami pegang 80%, uang masuk ke PHE. Ketiga, kami betul–betul melakukan kegiatan bersifat selected lebih rasional sehingga investasi yang membutuhkan waktu panjang, return lama, kami hold. Keempat, ini tidak mudah, yaitu IPO. Kalau empat syarat itu bisa disetujui,kami siap.Itu belum diajukan, hanya saya sampaikan secara verbal. Kalau misalkan resmi, ya saya juga siap.

Kapan itu mau dilaksanakan?
Bergantung kapan persero menghendaki. Sebetulnya akan lebih memperkuat kami dalam menghadapi tantangan kedepan, sesuai aspirasi persero supaya kami tetap growing.Kalau satu saja (syarat) disetujui,kami tetap harus lakukan selected investasi. Berikutnya, project financing, itu tidak mudah, tapi sebenarnya menjadi salahsatu solusi. Kalau persero minta disegerakan, ya kami segerakan.Kalau 2015, 2016 cash flow operasional itu positif. DER (debt to equity ratio) kami masih belum tinggi, masih dibawah ambang batas, cuma kembali lagi kalau seandainya persero enggak bisa gelontorkan dana ke kami, pindahkan dulu ke tempat lain atau kami dikasih sehat dulu. Kalau empatsyarat tadi disetujui.

Laba bersih PHE 2017 terbilang besar, naik signifikan. Itu kan bisa digunakan?
Dalam RUPS kami minta dividen 0, supaya US$261 juta profit bisa kami pakai untuk pengembangan investasi,  tapi belum disetujui.Itu ada di RUPS persero nanti keputusannya

Kalau itu disetujui, PHE akan sangat kuat?
Sedikit banyak lumayan juga. Tapi begini, sebetulnya kantong kiri kanan. Meskipun kami dapat dividen segitu pun paling tidak mengurangi utang jangka pendek ke persero. Bukan berarti kami enggak punya utang, masih punya. Kecuali utangnya ditiadakan, dividen 0, fleksibitas kami lebih baik

Kalau dengan kondisi tadi program kerja prioritas manajemen baru apa saja?
Prioritas pertama, kedepankan HSSE. Itu masih menjadi concern kami. HSSE itu sesuatu fundamental dan penting, jangan sampai terjadi insiden, lalu bagimana kami bisa fokus pada peningkatan produksi yang tidak gampang. Kami banyak mengelola sumur-sumur sudah tua, itu tantangannya. Kami dituntut kreatif dan inovatifs sehingga bisa memunculkan ide-ide baru untuk meningkatkan produksi.Bicara upstream, ya bicara produksi. Ketiga, ya cost efficiency. Kami bicara mobil tua, biayanya lebih mahal. Itu yang menjadi tantangan.

Pemerintah telah memutuskan Pertamina tetap harus menggandeng mitra untuk mengelola blok terminasi. Apakah itu berpengaruh terhadap anggaran?
Iya, maka kami revisi lagi. Asumsi kan 90% (hak partisipasi), sekarang ternyata enggak. Jadi kami akan revisi

Termasuk untuk produksi?
Iya, pasti. Makanya berat juga karena kami tidak dapat windfall. Pada 2017 kami masih dapat windfall dari PI. Kalau sekarang kan berkurang,kami sudah proyeksikan 90%, ternyata tidak.Artinya kan turun. Jadi saya tahu kalau target produksi enggak akan tercapai karena sekarang PI berkurang.Ini makanya saya peras otak bagaimana menambah produksi dari tempat lain.

Pada awal 2018, PHE mendapat best of the best pada ajang Annual Pertamina Quality Award (APQA) 2018. Apa signifikansinya bagi PHE?
Konsep yang menjadi acuan kami adalah Kaizen.Hari ini lebih bagus dari pada hari kemarin. Pada 2017, kami sudah maksimal, tapi kami tidak dapat best of the best. Pada 2018, spektakuler karena dalam sejarah award yang dipertandingkan kami dapat enam, artinya 50% lebih. mulai dari PoD, PCProve, bahkan untuk kategori booth-nya kami ambil. Yang penting bukan sekadar apresiasi, tapi bagaimana teman-teman bicara inovasi teknologi, keharusan itu. Bisa dilihat dioperasional, sekecil apapun bisa kami improve cost efisiensi. Setelah itu,kami lihat tentu kalau dapat teknologi, metode bagus bisa kami replikasi ke tempat lain. Kelebihan PHE itu. Punya anak usaha banyak, kalau salah satu berhasil bagi kami bisa replikasi, tidak hanya itu, harapan kami bagaimana produk kita bisa dipatenkan sehingga bisa memberikan nilai lebih. Harapan saya PHE jadi benchmarker, tidak jadi follower untuk perusahan minyak lain, apakah anak perusahaan Pertamina atau diluar.Ini PHE suatu world class company. Dari kami bicara improvisasi target bisa membantu. Jadi kami dapat suatu value creation, bisa dapatkan paten.

Artinya dengan kondisi sekarang inovasi jadi keharusan?
Iya, semua itu bisa kami didekati dengan inovasi. Kalau bicara inovasi teknologi, mindset kami tidak sekadar teknis, tapi inovasi disegala aspek. Artinya perbaikan proses bisnis. Saat harga minyak US$30 per barel, kami dituntut survive.Tentu salah satunya kami melakukan inovasi teknologi, teknologi apa yg kira-kira proper tepat guna dan efisien dengan harga minyak saat itu. Kami cari inovasi teknologi, dan itu never ending, kecuali industri migas berhenti.Sepanjang itu masih ada, inovasi terus dibutuhkan.Kita harus keluar dari box itu, mencari kreativitas inovasi supaya bisa melakukan adaptasi dan beradopsi karena teknologi bukan sebagai penemuan tapi bagaimana kita melakukan adopsi. (AT/RI)