JAKARTA – Pemerintah diminta untuk segera menetapkan target net-zero emission yang lebih ambisius, selambat-lambatnya pada 2050. Hal itu harus dilakukan demi keadilan antar generasi dan mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim yang makin menambah terpuruk kelompok rentan, yaitu anak-anak dan generasi mendatang, perempuan, masyarakat adat, penyandang disabilitas, kelompok miskin, dan kelompok lanjut usia.

“Hal ini juga merupakan isu-isu yang dihadapi negara-negara lain, terutama negara berkembang. Kami berharap berbagai isu yang mengemuka ini menjadi perhatian sungguh-sungguh para pemimpin dunia,” ujar Farhan Helmy, Kepala Sekolah Thamrin School of Climate Change and Sustainability (TS), saat acara diskusi virtual baru-baru ini.

Farhan mengatakan Indonesia hanya punya waktu hingga 2030 untuk memangkas sekitar 45% emisi gas rumah kaca (GRK) dari total emisi pada 2010. Namun, laporan yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga yang kredibel seperti UNEP dan IPCC menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari kemungkinan tercapainya target kenaikan suhu 1,5 hingga 2 derajat Celsius.

“Oleh karenanya, komitmen politik para pemimpin negara sangatlah krusial untuk menjaga peluang tercapainya sasaran global itu,” kata dia.

Menurut Farhan, dalam ketersediaan waktu yang sangat pendek dan ketat,  2030 dan 2050 haruslah menjadi milestone penting bagi setiap negara untuk memenuhi sasaran bersama, dengan tetap memegang prinsip-prinsip Common But Differentiated Responsibilities (CBDR) dan fair share.

Target yang ambisius ini hendaklah juga ditopang oleh skema yang memastikan alokasi berbagai sumber daya yang memadai terutama untuk mendukung negara-negara berkembang dan rentan iklim tinggi yang saat ini mengalami dampak yang paling parah dari pandemi.

Berbagai narasi kebijakan makro haruslah diterjemahkan ke tingkat tapak melalui perencanaan yang sistematis dan terstruktur, dengan memerhatikan potensi dan ragam kondisi setiap wilayah. Intervensi transformasional adalah kerangka strategis yang dipergunakan untuk memastikan koherensi dan konsolidasi sasaran penurunan emisi, pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), serta pengurangan risiko bencana (DRR) dengan pendanaan yang memadai dan dapat dijaga konsistensi pelaksanaannya.

Dino Patti Djalal, Mantan Wakil Menteri Luar Negeri dan Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, menyayangkan sikap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya yang mengusulkan net zero emission (NZE) Indonesia pada 2070. Target tersebut dianggap sangat terlambat dan besar taruhannya bagi bangsa serta generasi muda. “Jika mencintai Indonesia, harus peduli dengan perubahan iklim,” ujarnya.

Dino mengatakan kunci untuk menetapkan NZE yang ambisius ada di tangan Presiden Joko Widodo. Dia berharap Presiden mendapat informasi atau brefing yang baik dan komprehensif dari stafnya. Kabar baiknya, saat ini peta diplomatik sudah mulai berubah. Jepang, Korea, Afrika Selatan dan sejumlah negara lainnya sudah menetapkan NZE pada 2050.

“Jadi, nanti sumber pencerahan untuk Presiden Jokowi untuk climate decision maker ya dari luar. Bukan dari pejabatnya sendiri, karena kita tidak nembus ke beliau,” kata Dino.(RA)