JAKARTA – Melalui Transition Readiness Framework (Kerangka Kesiapan Transisi) dalam Laporan Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2021, Institute for Essential Services Reform (IESR) menemukan bahwa kesiapan Indonesia untuk melakukan transisi energi masih rendah. Namun, Indonesia masih mempunyai cukup waktu bila pemerintah lebih ambisius membenahi kesiapan berbagai aspek transisi energi, Perlu komitmen politik dan regulasi yang mendorong akselerasi pengembangan energi terbarukan, investasi dan keuangan, tekno-ekonomi, dan penerimaan publik.

“Hal ini penting dilakukan agar proses transisi energi berjalan secara berkeadilan serta tidak membawa kerugian sosial ekonomi yang lebih besar,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, dalam diskusi webinar baru-baru ini.

IESR memandang hal prioritas dalam waktu dekat yang pemerintah dapat lakukan adalah memperkuat komitmen politik dan kualitas peraturan serta memastikan ketersediaan investasi dan keuangan terhadap pengembangan energi terbarukan.

Fabby mengatakan, agar Indonesia dapat mencapai target bauran 23%, kapasitas terpasang pembangkit energi terbarukan perlu mencapai minimal 24 GW di tahun 2025. Hal ini berarti total penambahan pembangkit listrik energi terbarukan harus di kisaran 2-3 GW per tahun.

“Kondisi tersebut akan dapat terpenuhi dengan ketersediaan investasi pembangkit energi terbarukan mencapai US$ 5-7 miliar per tahun,” kata dia.

Tentu saja, menurut Fabby, agar investasi mengalir dan fokus pada pengembangan energi terbarukan, pemerintah perlu memiliki komitmen tegas yang meyakinkan investor untuk berinvestasi dan membuat kebijakan investasi yang menarik. Selain itu, komitmen politik dan kebijakan yang tegas, dengan mengeluarkan kebijakan moratorium pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan mempensiunkan PLTU berumur lebih dari 20 tahun secara bertahap, akan menghindari pendanaan yang sia-sia ke depan sebagai akibat dari stranded asset (aset terdampar) PLTU.

Dia menambahkan, percepatan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia dapat dicapai dengan mengoptimalkan energi surya. Indonesia memiliki potensi sangat tinggi, analisis IESR menunjukkan potensi 655 GWp untuk sektor residensial saja dan ribuan gigawatt untuk skala besar.

“Dengan teknologi yang modular dan bisa dimanfaatkan dalam beragam skala, radiasi matahari yang tersedia cukup merata di seluruh Indonesia, dan investasi yang dapat ditanggung oleh beragam pihak, energi surya akan menjadi penggerak utama pengembangan energi terbarukan di Indonesia,” ujar Fabby.(RA)