JAKARTA – Presiden Joko Widodo diminta tegas mengimplementasikan penurunan harga gas bagi pembangkit listrik dan industri.

Achmad Widjaja, Wakil Ketua Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia, menegaskan  keputusan penurunan harga gas merupakan keputusan politik yang harus diambil pemerintah bukan lagi mengenai keputusan komersial yang diklaim harus melalui perhitungan berbagai macam komponen.

“Keputusan politik bukan keputusan komersial. Sebab gas adalah bahan baku pupuk, gas adalah energi buat industri dan gas adalah utilitas PLN sebagai penunjang keseimbangan industri bertumbuh. Pemerintah harus mempunyai keberanian memberi instruksi bukan lagi menunggu kalkulasi,” kata Achmad saat dihubungi oleh Dunia Energi, Senin (6/1).

Menurut Achmad, pemerintah seharusnya bisa tegas dalam menurunkan harga gas. Berkaca dari program konversi minyak tanah ke gas LPG, dimana pemerintah tegas menjalankan programnya.

“Tidak ada pilihan lain selain intruksi, seperti halnya kita memutuskan kerosin (minyak tanah) ke gas melon, beberapa tahun yang lalu,” ujarnya.

Pemerintah kata Achmad harus bisa melihat pertumbuhan ekonomi yag bisa dihasilkan dengan tumbuhnya industri. “Yang di lihat adalah pertumbuhan industri untuk multiple efek dari pajak dari omset dari growth nya industri, apakah kita masih mau tetap 5 % pertumbuhan?,” tegas Achmad.

Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang penetapan harga gas bumi ditetapkan bahwa dalam hal harga gas bumi tidak dapat memenuhi keekonomian industri pengguna gas bumi dan harga gas bumi lebih tinggi dari US$6 per MMBTU, Menteri ESDM dapat menetapkan harga gas bumi tertentu.

Penetapan harga gas bumi tertentu sebagaimana dimaksud diperuntukkan bagi pengguna gas bumi yang bergerak di bidang: industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan industri sarung tangan.

Sejauh ini baru tiga industri yang mendapatkan harga khusus sesuai Perpres, yaitu industri pupuk, petrokimia dan baja.

Joko Widodo sendiri saat menggelar rapat terbatas di istana mengaku mendapatkan laporan tentang harga gas yang masih saja tinggi bagi industri. Dia menerangkan ada enam sektor industri yang menggunakan 80% volume gas Indonesia baik itu pembangkit listrik, industri kimia, industri makanan,industri keramik, industri baja,industri pupuk, industri gelas.

“Artinya ketika porsi gas sangat besar pada struktur biaya produksi, maka harga gas akan sangat berpengaruh pada daya saing produk industri kita di pasar dunia. kita kalah terus produk-produk kita gara-gara harga gas yang mahal,” jelas Jokowi.

Lebih lanjut ia meminta jajarannya untuk secara jeli melakukan kalkulasi terhadap penurunan harga gas serta harus dicari penyebab utama mahalnya harga gas dari sisi hulu hingga sampai konsumen.

“Coba dilihat betul penyebab tingginya harga gas mulai dari harga di Hulu, di tingkat lapangan gas, di tengah terkait dengan biaya penyaluran gas, biaya transmisi gas, di tengah infrastruktur yang belum terintegrasi dan sampai di hilir di tingkat distributor,” jelasnya.

Jokowi meminta jajarannya untuk mencari penyebab tidak bisa terlaksananya Perpres No 40 tahun 2016. Pemerintah kata Jokowi juga siap untuk kehilangan jatah penerimaannya jika memang bisa membantu terhadap penurunan harga gas. Dia meminta Kementerian Keuangan untuk mengkaji opsi tersebut.

“Ada jatah pemerintah US$ 2,2 per MMBTU supaya jatah pemerintah ini dikurangi atau bahkan dihilangkan, ini bisa lebih murah, ini satu, tapi nanti tanya ke Menkeu juga,” tegas Jokowi.(RI)