JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Kamaritiman dan Investasi (Marves) menginisiasi pembahasan penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Percepatan Penyediaan Akses Kelistrikan di Desa Belum Berlistrik. Regulasi tersebut mengacu pada Program Percepatan Penyediaan Akses Kelistrikan yang mencatat ada 433 desa belum mendapat aliran listrik.

Ridha Yasser, Asisten Deputi (Asdep) Energi Kemenko Marves, mengungkapkan berdasarkan beberapa pertimbangan, program tersebut perlu ditingkatkan menjadi Inpres. “Untuk men-generalisasi dan memperluas area cakupan akses kelistrikan di desa yang belum berlistrik di seluruh Indonesia,” kata Ridha, selasa (11/5).

Ridha mengatakan untuk mewujudkan target tersebut, dibutuhkan dukungan sosial antropologis terkait dengan kultur bermukim masyarakat, seperti nomaden atau tersebar, agar penyaluran listrik dapat sustain dan dimanfaatkan dengan baik.

Pada rapat yang digelar oleh Kantor Staf Presiden sebelumnya, disimpulkan bahwa perlu suatu alternatif langkah dan strategi agar target presiden mengenai rasio elektrifikasi dan penyaluran akses kelistrikan dapat terealisasi.

Trinaldy Konnery, Kepala Bidang (Kabid) Partisipasi dan Kerja Sama Energi Kemenko Marves, mengatakan terdapat tantangan dalam mewujudkan target ini karena terdapat masyarakat yang dialiri listrik berasal dari PT PLN dan bukan dari PLN atau secara mandiri. “Masyarakat yang dialiri listrik bukan dari PLN, berharap dapat dialiri listrik yang bersumber dari PT PLN,” kata Trinaldy.

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, terdapat 346 Desa belum berlistrik (Gelap Gulita). Rencana pengembangan akses kelistrikan dari 346 Desa Gelap Gulita terdiri dari 24 desa tersambung dengan grid, 37 desa dihubungkan melalui mini-grid, dan 285 akan disuplai melalui APDAL. Untuk desa yang tidak gelap gulita namun menggunakan listrik non-PLN terdapat sebanyak kurang lebih 8.000 Desa. Guna mewujudkan target untuk menghadirkan listrik, dibutuhkan pula dukungan insfrastruktur dasar seperti jalan dan kepastian lokasi pemukiman masyarakat yang statis ( cluster/grouping ).

Eman Prijono, Executive Vice Precident (EVP) Perencanaan dan Pengendalian Regional Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara PLN, mengatakan hal pertama yang harus dilakukan adalah terlebih dulu memahami kondisi geografis seperti akses jalan desa yang ditargetkan.

“Selain itu, kita juga perlu melihat berbagai potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) selain energi surya, seperti energi air yang ada di desa yang belum berlistrik tersebut,” kata Eman.(RI)